Ayah kau bilang kita harus menjalankan kewajiban kita
kepada-Nya, melaksanakan semua perintahnya dan jauhi larangannya. Kau bilang
sebelum melakukan sesuatu berdoalah terlebih dahulu, agar apa yang kita lakukan
selalu dalam ridho dan perlindungan-Nya. Katamu, kita berlindung pada-Nya
dengan segala ketulusan hati, disaat sesulit apa pun, akan selalu ada hikmah
dan kebaikan dibaliknya, sehingga ketika kita pasrah dan berserah diri
pada-nya, yakin dengan berdoa dan ikhtiar, jalan keluar itu akan datang dan terbuka
lebar untuk kita. Ayah katamu juga, sejak aku kecil dulu, kau bilang kalau kita
ingin sampai kelangit ke tujuh, jiwa dan raga kita harus bersih dan suci. Ayah,
sekarang aku mengerti, maksudmu dulu bicara seperti itu, agar aku menghindari
hal-hal negatif yang menghampiri, dan berpikir positif dalam menghadapi banyak
hal yang kutemui dimasa lalu, sekarang, maupun nanti. Tapi Ayah, sekarang
semuanya terasa keruh, tak bening, tak juga berwarna...
Ayah, kau bilang
kita dan alam semesta ini saling berhubungan. Katamu, aku bisa merasakan
kesejukkan mereka dimanamun aku berdiri. Ayah, kau benar, aku merasakan getaran
itu, getaran lembut dari semesta yang meniup-niup, tersaring hingga menembus
setiap celah-celah gelombang halus yang kau sebut berwarna itu, dan menggelitik
setiap epidermis tubuhku, hingga lepas mengalir ke setiap titik energiku dan
mengendap dipusatnya. Embun dipagi hari yang menemani hangat sang surya
menyambut hangat senyumanku, pohon yang sejuk, yang membaca perasaanku dan
memberikan aku gambaran kehidupan, juga angin yang berhembus saja mengantarkan
banyak pesan kerinduan, binatangpun mengenali kehangatan yang kupancarkan,
bahkan bulan dan bintang di tengah gulita malam selalu megnhiburku dalam penat
dan kesedihan yang tiap kali datang. Umm, Ayah, kini aku tak merasakannya
lagi...
Ayah, kau bilang
kita dan semua orang hidup bersama. Katamu, aku bisa belajar banyak hal dari
mereka, berbagi dengan mereka, bertemu, berkenalan, berteman dengan berbagai
macam karakter dan warna mereka. Ya Ayah, aku berlajar banyak hal dari mereka,
aku berbagi banyak hal dengan mereka, dan aku bertemu, berkenalan, berteman,
bersahabat, bahkan aku menyayangi mereka. Aku dapat memandang sisi yang tak
terlihat olehku dari mata dan hati mereka, dengan segala keanekaragaman
prinsip, presepsi, argumen, suara, bahkan pengalaman yang bermacam-macam aku
seperti mengelilingi dunia. Kehangatan itu bahkan terasa saat kita semua
bersama-sama. Sampai aku mengenal rasa itu, ya Ayah aku merasakannya, aku malu
menceritakannya padamu, tapi entah bagaimana kau tahu begitu saja, cinta...
Ayah perasaan ini kah yang kau rasakan ketika itu bersama Bunda? Rasanya senang
sekali ya Ayah, bisa menghabiskan waktu bersama, menghibur dan melindungi satu
sama lain. Meskipun semua itu, pada akhirnya membuatku merasa sakit, sakit yang
begitu dalam, yang bahkan membuatku ingin menghapus perasaan yang semua orang
sebut cinta ini. Tapi Ayah, entah kenapa, sekarang semuanya tak seperti dulu
lagi, semuanya terasa asing...
Ingin aku bertanya
padamu Ayah. Kenapa semua seperti ini? Inikah perubahan yang kau katakan itu?
Inikah hutan liar
yang kau katakan itu? Inikah dunia bertopeng itu? Dimana ketika semua orang
tumbuh dewasa dan melewati masa kelabu seperti ini? Masuk dalam dunia yang
penuh dengan ironi dan metafora. Rasanya begitu asing Ayah, bahkan aku sempat
tak mengenali diriku sendiri, bahkan aku hilang arah akan jalan hidupku, ketika
navigasi diri sudah tak berfungsi lagi. Aku seperti terjebak, terjebak ditengah
ruang tampa batas dan aku hanya bisa bersembunyi dibalik rasa takut, bersalah,
menyesal, dan... Kegelapan. Ketika aku memandang, semua terihat berkabut,
ketika aku mendengar, hanya terdengar jeritan hati setiap orang, ketika aku
menghirup setiap aroma disekitarku, hanya bau hanyir dan harum yang membawa
ingatanku pada semua masalalu dan kenyataan pahit ini, ketika aku bersuara,
bahkan tak terdengar sama sekali, ketika aku merasakan.. Kosong. Mungkinkah
karena aku merasa takut? Aku takut jika aku melihat, mencium, mendengar, dan
merasakan terlalu jauh kenyataan pahit itu semua akan menjeratku dalam
kehidupan yang kelabu ini lebih jauh lagi? Ketika duduk dihamparan rumput
dengan pohon-pohon rindang, semua membisu, ketika memandang langit berhiaskan
bulan bintang, seperti mendung, bahkan pagi yang hangat karena sang surya,
dingin terasa dengan kekosongan ini. Aku melangkah keluar, mengikuti arus,
memperhatikan... orang-orang yang menyimpan kebusukan dalam hatinya, atau
orang-orang yang tertawa diatas penderitaan seseorang, orang-orang yang
terjerat dalam nikmat dunia, atas harta, nafsu, dan kekuasaan, orang-orang yang
dibutakan kesombongannya atas intelektualitasnya, bahkan orang-orang yang sakit
yang tidak ingin tahu akan keberadaan orang lain, juga orang-orang yang tak
dapat mengenali dirinya dan kehidupannya sendiri, sama sepertiku...
Dalam mimpi di
tidurku,
Dalam bisik setiap
Doaku,
Dalam hati yang
berserah pasrah,
Dalam niat yang
tulus,
Dalam sujudku
pada-Mu,
Hingga aku terbangun
dipagi yang cerah dengan kesejukan dan kehangatan, dan cinta yang terbebaskan,
aku tersenyum...
Kuterima surat
darimu Ayah, aku senang mendengar semua orang-orang yang ku sayang disana
baik-baik saja. Dalam suratmu, kau ingatkan aku tentang apa yang sempat kau
pesankan padaku dulu. Iya Ayah, sekarang aku mengerti...
Masa yang kelabu
itu, adalah masa yang pasti akan semua orang hadapi, ketika dirinya diambang
dilema kehidupan, disitu kita mencari jadi diri, dengan jalan yang sudah ku
tentukan, walau sempat berbelok-belok dan terbawa arus, sampai aku tahu dan
paham dimana batasku untuk berhenti dan kembali, sambil mengambil setiap
pelajaran dari setiap jalan yang kulewati. Dengan banyak masalah yang telah ku
hadapi yang membuatku tumbuh kuat dan dewasa. Sampai akhirnya aku kembali,
dalam pelukan hangat keluarga yang menungguku pulang dari seleksi dan
petualangan hidup yang penuh dengan segala macam rasa itu. Hmmm, Ketika aku
menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya dengan tenang, lalu membuka
mata dan hatiku.
Tersenyum,
Bersyukur atas apa
yang telah ku lewati dalam kehidupanku, orang-orang yang membenci dan
menyayangiku. Aku minta maaf, aku berterimakasih, karena kalian semua, aku bisa
melihat dunia, dengan sisi-sisi yang bahkan tak dapat kulihat sebelumnya, karena
kalian semua aku tumbuh dan belajar banyak ...
Terimakasih Bunda,
dengan segala kehangatan akan kasih sayangmu aku tumbuh percaya diri, dengan
kasih sayang yang kau berikan, dan kasih sayangku yang kini kuberikan untuk
orang-orang disekitarku. Terimakasih untuk Ayah, aku berjanji akan menjaga
keluargaku, aku ingin menjadi seorang pemimpin sepertimu, atau aku ingin
pemimpin sepertimu untuk keluargaku nanti.
Terimakasih, untuk
keluarga kecilku, dirumah.
Terimakasih
untuk-Nya dengan segala keajaiban yang hadir dalam kehidupanku.
Aku, Sayang
semuanya.
Sekali lagi, disini,
dengan mimpiku, aku melangkah !
Written by
17 Juni 2012, Bulan
kecil.
awesome, keep writing! :)
BalasHapusThank you :)
BalasHapus