Sabtu, 28 Januari 2012

DraWinga Part III : A Peace, A love to you

“Cosmo?!!!”. Bisik Clover. Tangannya hampir menyentuh dahi Cosmo.
“Clover?!! Haaah !”. Cosmo terbangun dari tidurnya diruang tengah rumah Clover.
“Cosmo? Kau tidak apa-apa?”. Tanya Clover sambil memberikan air putih pada Cosmo.
“Tidak, aku, aku hanya bermimpi, huff”. Cosmo menarik nafas panjang.
“Kamu mimpi apa Cosmo?”. Clover menatap kearah Cosmo.
“Aku, bermimpi kamu memiliki sayap Clov”. Cosmo menatap Clover heran.
“Hah? Hahahaha, ya ampun, sudahlah itu artinya kau teralu lelah. Apa kita akan tetap menghabiskan libur akhir pekan ini?”. Tanya clover tersenyum ragu.
“Yah, tentu saja. Aku muak teralu lama berada di kota yang memuakkan ini”. Cosmo berdiri mengangkat kedua tangannya keatas, mengekspresikan semangatnya.
“Tidak perlu seperti itu. Bawa barang-barangnnya ke bagasi mobil! Dia yang menang!”. Clover berlari sambil membawa barang-barangnnya.
“Hei ! Arghh kau curang Clover!!”. Cosmo berlari tertatih-tatih karena membawa barang-barang yang sangat berat.

Mereka berdua tertawa, bercerita sepanjang perjalanan. Tujuan pertama mereka ke Pantai Couldy Born. Sesampainya disana mereka menginap di rumah nenek Cosmo yang bernama nenek Gloria yang lumayan berada di dekat pantai. Cosmo dan Clover segera membereskan barang-barang mereka dan bersiap untuk acara api unggun.

“Assalamualaikum. Nenek?!”. Cosmo memeluk neneknya.
“Wa’alaikumsalam. Akhirnya cucuku tersayang berkunjung juga kesini. Sekarang kau sudah dewasa ya nak. Dengan siapa kamu kemari?”. Nenek Cosmo menoleh ke arah Clover.
“Nenek Gloria”. Clover memberi salam kepadak nenek Gloria.
“Cantik sekali, benar apa kata cucuku, kamu mirip sekali dengan almarhum ibunya. Bulan”. Nenek Gloria meraba-raba wajah Clover.
“Ehmm. Terimakasih nenek”. Clover tersenyum kecil.
“Nenek, sudahlah. Clover perlu istirahat dulu. Lagipula kami akan bersiap-siap untuk membuat api unggun di pantai”. Cosmo menepuk-nepuk poni Clover.
“Cosmo hentikan”. Clover mengangkat tas-tasnya dan menuju ke kamar.
“Hahaha, kalian ini. Nenek masak dulu kalau begitu”. Nenek Gloria bergegas ke dapur.

Setelah mengganti baju Clover keluar, dia melangkah lembut menginjak pasir-pasir putih pantai, sesekali menyentuh air. Angin yang berhembus, menghempaskan rambutnya yang hitam lurus-ikal. Sepanjang langkah Clover hanya memandang ombak.

“Kalau aku pergi, tetaplah bercahaya seperti bulan. Karena cahayamu tidak hanya menjadi penerang dihatiku, tapi juga bagi semua orang”.

Clover teringat kata-kata yang diucapkan oleh almarhum kekasihnya. Clover memandang kosong ke arah laut. Mengingat-ingat masa lalu yang kembali mengahantui kerinduannya. Tak lama seseorang memakaikan jaket menutupi dress putih Clover.

“Terimakasih Cosmo”. Ucap Clover lembut.
“Apa yang kau pikirkan?”. Tanya Cosmo yang berdiri disamping kanan Clover.
“Entahlah”. Clover tetap memandang kosong ke arah laut.
“Sudahlah. Kita kan datang kasini untuk melepas penat. Ikutlah denganku”. Cosmo menggenggam tangan Clover dan menariknya ke tempat api unggun.
“Ah?”. Clover heran.

Sesampainya ketempat api unggun, terlihat beberapa orang yang ramai sedang berdansa dan bernyanyi penuh kehangatan. Melihat Clover yang hanay diam Cosmo mengajaknya berdansa.

“Ulurkan tanganmu?!”. Pinta Cosmo.
“Huh?”. Clover bingung.
“...”. Cosmo memegang tangannya dan mereka berdansa perlahan-lahan.
“...”. Wajah Clover begitu dekat dengan wajah Cosmo.
“Kenapa?”. Tanya Cosmo tersenyum.
“Tidak”. Clover menjawab.

Mereka saling bertatapan. Entah apa yang masing-masing pikirkan. Suasana terasa hening. Angin yang berhembus semakin dingin.

“...”

Akhirnya keduanya saling memeluk satu sama lain. Clover memluk Cosmo erat, dan Cosmo pun memeluknya sambil mengusap-usap rambutnya.

“Aku sangat merindukannya Cosmo”. Ucap Clover sendu.
“Sudahlah, dia tidak ingin melihatmu seperti ini terus”. Jawab Cosmo berbisik ditelinga Clover.
“Aku merasa tidak berguna, aku tidak dapat melakukan apa-apa, aku ..”. Clover mengeluarkan airmata.
“Sudah! Hentikan! Kamu adalah Clover, Clover yang kuat!”. Cosmo memeluknya erat.
“Aku sangat merindukannya”. Clover menangis.
“Hei, Clover, dengarkan aku”. Cosmo memengang kedua pipi Clover, menatapnya.
“...”. Clover hanya diam dan tetap mengeluarkan airmatanya.
“Dengar. Aku tahu kau sangat merindukannya. Aku yakin dia juga merindukanmu disana. Dengar, kau ingin melihatnya bahagia disana?”. Tanya Cosmo lembut.
“...” Clover mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca.
“Berjanji akan tetap kuat dan melakukan yang terbaik. Dia akan pasti bahagia disana jika dia melihatmu menjalani kehidupanmu dengan penuh semangat dan selalu tersenyum”. Ucap Cosmo.
“Iya. Aku mengerti”. Jawab Clover.
“...”. Cosmo menghapus airmata Clover sambil tersenyum.
“Terimakasih Cosmo”. Senyum Clover.

Chatta yang sejak tadi memperhatikan keduanya diantara keramaian orang-orang, dia tersenyum kepada Cosmo. Cosmo yang sadar akan keberadaan Chatta segera menghampirinya.

“Clover, kau tunggu disini”. Cosmo menepuk poni Clover dan pergi.
“Kau mau kemana?”. Tanya Clover.
“Aku melihat Chatta”. Jawab Cosmo.

Cosmo menghampiri Chatta, namun Chatta menghilang. Cosmo merasakan keberadaanya.

“Cosmo!!!!”. Chatta memeluk Cosmo dari belakang.
“Chatta!!! Lepaskan aku!!! Kau ini”. Cosmo mencoba melapaskan pelukannya.
“Wah, nampaknya ada yang sedang berbunga-bunga ya?”. Tanya Chatta dengan nada cemburu.
“Maksudmu?”. Cosmo menatap penuh kesal.
“Eh, Eh, iya maaf. Aku ...”. Chatta menunduk sambil memainkan jari-jarinya.
“Mau apa kau mengikutiku?”. Cosmo bertanya.
“Aku ingin ikut bersama kalian, tapi sepertinya aku mengganggu, yasudah aku pergi saja”. Chatta membalikkan badannya, baru saja sekali melangkah, Cosmo sudah memanggilnya, Chatta tersenyum dalam hati.
“Tunggu!”. Cosmo memanggil Chatta.
“Eh?”. Chatta berhenti melangkah.
“Maukah kau membantuku?”. Tanya Cosmo.
“Tentu, apa itu Cosmo?”. Dengan senangnya Chatta menjawab menghampiri Cosmo.
“Dekati Clover, buat dia kembali ceria”. Cosmo menepuk bahu Chatta lalu pergi.
“...”. Chatta hanya terdiam mendengar itu.

“Kau tahu Cosmo, aku harap aku bisa menjadi seseorang yang istimewa bagimu. Sama seperti Clover”. Ucap Chatta dalam hati.

Sinar matahari menyambut pagi yang cerah ini. Cosmo terbangun, ia keluar untuk menghirup udara segarnya pantai.

“Selamat pagi cucuku”. Sapa nenek Gloria yang sedang duduk membaca koran sambil minum teh, di teras rumah.
“Pagi nenek. Muuah”. Cosmo mencium kening neneknya dan duduk disebelahnya.
“Kekasihmu itu pandai sekali memasak, sama seperti ibumu nak”. Ucap nenek Gloria.
“Huh? Kekasih?”. Cosmo heran.
“Nak Clover maksud nenek. Dia menyiapkan sarapan untuk kita”. Senyum nenek Gloria.
“Clover? Dia, kemana dia nek?”. Tanya Cosmo.
“Di pantai, dia pamit untuk bermain bersama anak-anak disana”. Jawab nenek.
“Bermain? Clover ... Nek aku harus menyusulnya”. Cosmo bergegas menyiapkan diri.
“Tenanglah nak, dia baik-baik saja”. Ujar nenek Gloria.

Clover sedang bermain gitar di pinggiran pantai bersama anak-anak yang ikut bernyanyi. Chatta datang menghampiri Clover, ia duduk didekatnya. Keduanya memandang ke arah laut. Anak-anak kembali berlari dan bermain.

“Sebenarnya apa yang terjadi Clover?”. Tanya Chatta.
“...” Clover tetap bernyanyi sambil memainkan gitarnya.
“Aku tahu kau tidak suka aku ikut campur urusanmu setidaknya dengan bercerita akan membuatmu sedikit tenang”. Chatta tersenyum dan menoleh ke arah Clover.
“...” Clover tetap bernyanyi tak peduli.
“Huff” Chatta menunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Kau tahu bagaimana bulan bercahaya?”. Clover menghentikan petikan gitarnya.
“Huh?” Chatta menoleh kepada Clover.
“Banyak yang mengatakan bulan terlihat cantik dari kejauhan, namun jika dilihat dari dekat bulan hanyalah sebuah bongkahan batu hitam, jelek, dan bopengan. Tetapi, jika ditempatkan di tempat yang tepat, bulan bercahaya. Itulah, bongkahan batu yang jelek yang menjalankan tugasnya memantulkan cahaya yang lembut dan indah”. Ucap Clover sambil memandang ke arah langit pagi yang cerah.
“Clover ...”. Ujar Chatta.
“Aku tidak dapat melakukan apa-apa untuk satu-satunya orang yang sangat berarti dalam hidupku. Aku rasa aku tidak akan pernah bisa seperti bulan”. Ujar Clover.
“Seseorang?”. Tanya Chatta.
“Ya, seseorang yang mewarnai kehidupanku dengan kasih sayangnya ...”

Flash back ...

Dia adalah kekasihku sejak aku duduk dibangku kelas 2 SMU, Neo Putra. Seorang Fotografer Usianya lebih tua satu tahun diatas aku. Waktu itu aku adalah gadis dingin, aku selalu menyendiri, duduk ditaman dengan sebuah pensil dan buku aku selalu menulis atau menggambar isi hatiku. Entah kenapa aku tahu, dia selalu memperhatikanku sejak itu. Entah bagaimana dia bisa menghampiriku. Gadis penyendiri di SMU Athens. Dia datang dengan dua eskrim coklat ditangannya, dia duduk disebelahku.

“Ini,, ambilah. Tadi aku sedang membeli eskrim, tidak sengaja aku melihatmu disini, jadi kubelikan ini untukmu” Ujar Neo tersenyum padaku.
“...” Aku hanya diam dan menoleh kearahnya.
“Ambilah, aku  tidak ada maksud apa-apa”. Senyum Neo.
“Terimakasih”. Ucapku pelan sambil tersenyum kepadanya.
“Sama-sama”. Balasnya tersenyum.

Kami berdua menghabiskan eksrim itu bersama-sama. Entah bagaimana caranya dapat membuatku terbuka terhadapnya. Beberapa hari, minggu, bulan kami lewati bersama. Rasanya begitu indah, hangat, dan nyaman. Hingga satu tahun pertemanan itu, dia memintaku untuk menjadi seseorang yang mengisi hatinya.

“Clover, kau tahu, aku suka memotrek objek-objek yang menarik. Tapi kenapa akhir-akhir ini aku menemukan sesuatu yang berbeda dari biasanya”. Ujar Neo dengan nada penuh penasara. Ia memelukku dari belakang. Tangannya melingkar di perutku, sambil memainkan kameranya.
“Huh? Apa itu? Apa sesuatu yang menyeramkan Neo?”. Tanyaku sambil mengangkat pandanganku padanya.
“Bukan, bukan sesuatu yang menyeramkan. Sesuatu yang indah yang belum pernah kutemukan sepanjang hidupku ini”. Neo tersenyum sambil tangan kanannya berusaha menutup mataku.
“Neo!!! Ada apa?!!”. Ujarku setengah teriak manja.
“Jangan lihat”. Ujar Neo sambil tertawa melihatku sangat penasaran.
“Coba aku lihat, Neo”. Dia membuka mataku, dan kulihat di kameranya. Terdapat foto-fotoku saat piknik kecil ke kebun bunga kemarin bersamanya. Aku tersenyum dalam hati, aku tahu, aku sangat menyayanginya.
“Entah kenapa aku selalu ingin mengawasi dan menjagamu?. Kenapa pula aku bertanya? Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, karena inilah yang sebenarnya kurasakan”. Ujar Neo tersenyum dengan pandangan yang penuh dengan ketulusan itu.
“...”. Aku berbalik dan memeluknya. “Selama ini aku selalu merasa sendiri, tidak memiliki Ayah, Ibu, bahkan seorang temanpun. Tapi entah bagaimana kau datang dan mengisi kekosonganku itu. Kau seperti cahaya yang datang memberikan terang pada gelapku. Aku bersyukur tuhan telah mengirimkanku malaikat sepertimu, aku menyayangimu Neo”. Ujarku memeluknya erat sambil menangis. Dia mengusap airmataku, memegang kedua pipiku dan mengecup keningku dengan kehangatannya. Aku seperti bermimpi. Rasanya tak bisa aku katakan dan gambarkan.

Kami selalu menghabiskan waktu bersama-sama, orangtua Neo berada di luar negeri. Entah mungkin dia juga merasa kesepian. Tapi kini aku senang, aku bahagia, bisa melihatnya selalu tersenyum. Neo berasal dari keluarga kaya, dulu kami sempat membuat panti asuhan anak-anak yatim-piatu. Kami berbagi kehangatan kan kebahagiaan itu bersama-sama mereka.

Entah sebagaimana langit putih yang suatu saat bisa menjadi gelap kelabu. Saat itu kami berjanji akan mengajar anak-anak panti asuhan bersama-sama. Namu sudah 2jam hingga acara mengajar selesai Neo tak datang juga. Aku mencoba menghubunginya tapi tak ada jawaban. Aku memutuskan untuk datang kerumahnya.

Aku menemukannya sedang tertidur di kasur kamarnya. Ku rapikan selimutnya menutupi badannya agar hangat. Sungguh wajah yang penuh kedamaian. Aku tak berani membangunkannya. Aku menunggunya terbangun, hingga akhirnya akupun duduk tertidur didekatnya. Hingga aku terbangun aku sudah berada di kasur sebuah kamar. Entah dimana, aku bangkit dan ku lihat Neo sedang berdiri diluar menatap langit, akupun menghampirinya.

“Neo?”. Tanyaku pelan.
“Kau sudah bangun Bulan?”. Neo menghampiriku. Entah apa yang ada dipikirannya. dia hanya berdiri disebelahku. Sambil menggenggam erat tanganku.
“Neo? Ada apa?”. Tanyaku menoleh kepadanya.
“Bulannya cantik bukan?”. Ujar Neo sambil menunjuk ke arah bulan dilangit malam.
“Iya, cantik”. Ujarku tersenyum senang.
“Sama sepertimu Clover. Kau tahu bagaimana bulan bercahaya?”. Ujar Neo menoleh ke arahku.
“Huh? Tidak? Aku tidak mau seperti bulan. Dari jauh memang cantik, tapi dari dekat bulan hanya bongkahan batu yang jelek”. Jawabku polos.
“Banyak yang mengatakan bulan terlihat cantik dari kejauhan, namun jika dilihat dari dekat bulan hanyalah sebuah bongkahan batu hitam, jelek, dan bopengan. Tetapi, jika ditempatkan di tempat yang tepat, bulan bercahaya. Itulah, bongkahan batu yang jelek yang menjalankan tugasnya memantulkan cahaya yang lembut dan indah”. Ujarnya sambil tersenyum.
“Ah? Apa benar aku bisa seperti bulan?”. Aku senang melihat senyumnya. Kadang Neo tersenyum sambil menutup matanya ^_^
“Tentu saja Clover. Kau adalah bulanku”. Balas Neo.
“Iya! Aku pasti bisa! Aku akan melakukan yang terbaik untuk semuanya! .” Aku hanya tersenyum malu.
“Semangat ya. Bulanku sayang”. Senyum Neo.


Keesokan harinya aku pulang. Dan beberapa hari ini aku sibuk mengurus persyaratan-persyaratanku masuk kuliah. Aku tahu, aku sangat merindukannya. Neo, apa kabarmu. Mengapa aku merasa sangat merindukanmu, aku ingin bertemu. Selama ini kami hanya berkomunikasi lewat Handphone saja. Namun kini aku memutuskan untuk datang kerumahnya.
Hanya ada paman dan bibi yang selalu menemani Neo dirumahnya.
“Bibi. Dimana Neo? Aku ingin menunjukan surat tanta terimaku di Universeitas Nusantara”. Tanyaku dengan perasaan senang karena aku berhasil masuk Universitas yang ku inginkan karena sama dengan Universitas Neo.
“Mmmh, Maaf non. Emhh”. Bibi agak ragu menjawabnya.
“Lho? Ada apa bibi? Apa yang terjadi?”. Tanyaku heran.
“Emmhh, ada non, Tuan Neo ada dikamarnya. Tapi dia”. Tak sempat melanjutkan perkataannya Clover langsung menemui Neo dikamarnya.
“Neo, lihatlah, aku berhasil !!!”. Aku masuk sambil memperlihatkan kertas penerimaan itu kearahnya. “NEO?!” Aku terkejut, melihat Neo terbaring lemas dikasurnya, dengan infus dan alat bantu lainnya yang terpasang ditubuhnya, meski dia tetap mencoba untuk tersenyum, aku melihat wajahnya yang pucat itu.
“Neo?! Apa yang terjadi padamu?”. Aku segera menghampirinya memeluknya sambil menangis.
“Clover. Jangan seperti itu. Tenanglah, aku baik-baik saja sayang”. Ujar Neo sambil mengusam-usap rambutku.
“Kamu tega. Kenapa tidak memberitahuku kalau kau sakit Neo? Kamu sakit apa?!”. Ujarku sambil menangis.
“Clover, aku baik-baik saja. Aku sakit leukimia. aku tidak ingin melihatmu sedih seperti ini. Aku ingin melihatmu tersenyum seperti biasanya. Aku ingin kamu fokus dengan kuliahmu sekarang”. Ujar Neo sambil tersenyum.
“Kau tega Neo, tidak memberi tahuku akan hal ini.Sekarang aku tak dapat melakukan apa-apa. Ap yang harus aku lakukan Neo. Neo, aku akan menjagamu, aku akan selalu disampingmu mukai saat ini. Aku tidak ingin meninggalkanmu lagi. Aku sangat merindukanmu Neo”. Ujarku menangis sambil memeluknya.
“Clover. Dekatkan telingamu sini”. Pinta Neo.
“...” Aku memeluknya. Ku dengar Neo berbisik lembut.
“Clover. Kalau aku pergi, tetaplah bercahaya seperti bulan. Karena cahayamu tidak hanya menjadi penerang bagiku, tapi juga bagi semua orang”. Bisik Neo lalu mengecup keningku dengan lembut.
“Neo. Aku berjanji, aku akan selalu melakukan yang terbaik. Karena kamu selalu memberikan semangat untukku Neo. Aku mohon jangan berkata seperti itu”. Ujarku.
“Terimakasih Bulanku”. Ucapnya lemas. Neo, mengusap airmataku dan memintaku untuk tetap tersenyum.

Aku mencoba tetap tegar, aku akan menjaga dan merawat Neo, agar Neo dapat pulih kembali. Kami berbincang-bincang seputar kisah-kisah lalu, hal-hal terindah setiap hari bersama Neo, juga tentang usahaku yang sekarang dapat satu kampus dengan Neo. Sampai akhirnya kami tertidur, aku mengecup pipi dan keningnya dengan lembut.

Aku tidak percaya, hari itu datang.
Hari dimana aku membuka mata untuk yang pertama kalinya ...
Neo ...
Pergi dari kehidupanku, untuk selamanya ...
Hari dimana aku kembali menjadi seorang pendiam. Aku tidak percaya hari itu datang, dimana warna-warna dalam hidupku, kembali menjadi kelabu. Aku tidak percaya, pagi itu datang menjemputnya, Ya Allah, mengapa Engkau ambil Malaikatmu ini sangat cepat sekali dari kehidupanku.

Terbujur kaku, tubuh yang bercayaha disampingku, Neo yang ku sayang sejak pertama aku mengenalnya. Neo, yang selalu mengambil fotoku diam-diam. Neo, yang selalu membuatku ceria, Neo, yang selalu mencintaiku tanpa alasan apapun ... aku selalu teringat ...

Saat itu

“Neo, kenapa kamu memperhatikanku terus”. Ucapku sambil menggambar.
“Aku tidak tahu Clover. Rasanya nyaman sekali”. Jawabnya.
“Huh?” Aku kembali menggambar.
“Clover, sini tanganmu?!”. Pinta Neo.
“Eh? Kenapa?”. Tanyaku heran sambil mengulurkan tanganku.
“Aku tidak tahu bagaimana cara romantis utnuk mengatakannya. Intinya (Neo berbisik) Aku mencintaimu, Bulanku”. Bisiknya, sambil memasangkan sebuah cincin cantik di jari manisku. Aku lihat dia juga memakai cincin yang sama denganku.

Neo, aku sangat berterimakasih. Kau membuka mataku yang selama ini tertutup oleh kekosonganku. Neo, kau tidak pernah menunjukan kecemburuanmu, disaat aku berbagi, belajar, dan bermain bersama teman-teman lain. Meski ku tahu Neo, aku bisa melihat ccemburumu itu dibalik senyummu.  Neo, aku bahkan belum sempat mengucapkan “aku mencintaimu Neo” Aku sangat bersyukur, Tuhan telah mengirimkan Malaikat tampan sepertimu. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik, walau tanpamu, disini. Neo.  Saat itu aku hanya diam dengan penyesalanku, dibalik kekosongan ini. Sekali lagi aku hanya tersenyum, mengingat semua hal-hal indah yang telah kita lewati. Hanya aku dan kesunyian yang menyelimutiku, disini, bersama nisanmu yang dingin membeku. Seumur hidupku. Aku akan selalu, mencintaimu ... Neo Putra.
Beberapa hari bibi dan paman memintaku datang kerumah alm. Neo. Aku masuk kedalam ruangan cetak foto. Studio Neo. Ku lihat semua foto tergantung, tertempel, bahkan berserakan, adapun yang terbingkai rapi. Semua itu adalah fotoku. Neo, tidak ku sangka. Aku hanya bisa menangis melihat semuanya. Tersimpan rapi kamera yang selalu kamu gunakan. Aku selalu merasa kau, ada, dan selalu ada, disini. Bersamaku

Neo meninggalkan surat ...

Untuk bulanku tersayang ...

Mungkin saat membaca surat ini aku tidak ada disampingmu lagi. Aku berterimakasih, atas hari-hari terindahku bersamamu. Bulan, aku ingin kau tetap bercahaya seperti bulan. Karena cahayamu tidak hanya menjadi penerang bagiku, tapi juga bagi semua orang disekitarmu. Bulan, aku mungkin tak pandai merangkai kata. Aku titip rumah kita, bibi, paman, panti asuhan, dan cintaku selalu ada disetiap hari-harimu. A peace, a love to you. I love you.

Here ,beloved Neo.

Jumat, 20 Januari 2012

Halusinasi

Halusinasi adalah presepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkannya. Halusinasi biasanya menunjukan arti dinamisnya. Suatu keberhasilan penembusan awal sadar dalam bentuk gambaran-gambaran penginderaan sebagai jawaban terhadap situasu dan kebutuhan-kebutuhan psikologisnya. Seperti pemuasan implus-implus yang direpresi atau keinginan terhadap kenyataan yang lebih memuaskan. Halusinasi pada umumnya dialami oleh sebagian besar pada penderita gangguan mental berat.

Beberapa Contohnya:

Halusinasi dengar paling sering dialami oleh penderita gangguan mental. Penderita seperti mendengar suara yang tertuju pada dirinya, sehingga terlihat seperti bertengkar atau berbicara sendiri.

Halusinasi lihat terjadi bersamaan dengan adanya penurunan kesadaran, paling sering dijumpai pada penderita dengan penyakit otak yang organis.

Halusianasi cium merasa mencium bau tertentu. Misalnya penderita yang tertekan problem yang banyak, ia mrasakan bau sesuatu mengikutinya.

Halusinasi perabaan seolah merasa diraba, disentuh, ditiup,  disinari, atau sesuatu yang bergerak dikulit atau dibawah kulitnya.

Halusinasi kinestetik seolah-olah badannya bergerak-gerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak-gerak tak berhenti.

Halusinasi Visceral ada semacam perasaan tertentu dalam dirinya.

Halusinasi hipnagonik ada kalanya terjadi pada orang normal, dimana tepat sebelum ia tidur, presepsi sensorik bekerja salah.

Halusinasi Hipnopompik Halusinasi yang terjadi atau di alami tepat sebelum terbangun dari tidurnya.

Halusinasi histerik timbul pada neurosa histerik karena konflik emosional. 

Depersonalisasi
Perasaan aneh tentang dirinya atau perasaan bahwa pribadinya sudah tidak seperti dulu lagi, tidak menurut kenyataan. Misalnya penderita merasa seperti di luar badannya (out of body experience -OBE-) atau sesuatu bagian tubuhnya sudah bukan kepunyaannya lagi.

Derealisasi
Perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut kenyataan misalnya segala sesuatu dialaminya seperti dalam impian.


Sumber:  

Drs. Sunardi., M.Pd. Psikiatri (Konsep Dasar dan Gangguan): 2005. Refika Aditama: Bandung.
I. Robertson. Misteri Pikiran Manusia. 2009. Gara Ilmu: Jogjakarta.

Minggu, 15 Januari 2012

DraWings Part II: Heart Message

Cosmo lelah mencari, dia terjatuh lemas di ruang kelasnya.

“Maafkan aku Cosmo ...”. Ucap Chatta yang duduk melayang diatas bola-bola cahaya, di pojok ruangan.
“Kau?!”. Cosmo terkejut dengan nafas terengah-engah.
“Aku tidak bermaksud untuk melarikan diri, saat itu aku memang sedang dihukum untuk tidak keluar dari dunia fantasi selama  dua minggu. Karena aku teralu asyik dengan duniamu. Aku senang saat menghabiskan waktu bersamamu, Cosmo”. Ucap Cosmo lembut.
“Tapi kenapa!!? Kenapa kau harus melakukan itu!!?”. Cosmo membentak.
“Aku ... Aku tidak ...”. Chatta menunduk.
“Tidak bermaksud?! Hah! Lalu apa maumu?! Apa benar kau adalah temanku?! Kau meninggalkan aku disaat aku benar-benar sendiri!”. Cosmo membentak.
“Maafkan aku Cosmo”. Dengan sekejap Chatta sudah memeluk Cosmo.
“...”. Cosmo menunduk menahan tangis.
“Aku tidak tahu harus berbuat apa. Cosmo, apa aku masih temanmu? Aku ...”.
“Aku sangat membencimu”. Ucap Cosmo.
“Aku tahu. Aku bukan seorang malaikat yang dapat melindungimu, Aku bukan Kehangatan yang dapat menyelimutimu, Aku bukan seorang teman yang dapat memahamimu, Aku tak berwana, bahkan tak nyata. Aku hanya seorang gadis kecil, gambar masa lalumu, yang selalu kamu gambar di tengah kesepianmu”. Chatta menghilang.

“Aku merasakan kehangatan itu, kembali. Aku tahu, sebenarnya aku sangat merindukan perasaan itu”. Cosmo berbisik.
“Aku akan menghilang”. Ujar Chatta.
“Kenapa?”. Cosmo bertanya.
“Karena kamu mulai melupakan aku”.
“Aku, jangan pergi, tetaplah disini. Aku minta maaf.”. Cosmo menunduk.
“Gambarlah aku, Cosmo”. Suara Chatta terdengar berbisik, dan perlahan Chattapun lenyap.
“Chatta! Tunggu!”. Cosmo mencari-cari Chatta.

Cosmopun segera mencari alat-alat gambarnya dan mulai menggambar sosok Chatta kecil itu kembali. Hampir satu jam, sunyi menyelimuti, tak ada yang berubah. Semua sama.

“Aku dimana? Apa aku bermimpi?”. Cosmo terbangun menemukan dirinya diatas kasur kamarnya.
“Eh? Kau sudah sadar rupanya. Tadi kau pingsan, aku bawa saja kerumah. Tenang saja aku tidak melakukan apapun”. Cetus Clover sambil tersenyum, datang, dan duduk disebelah Cosmo.
“Chatta? Dimana Chatta?!”. Cosmo gelisah, beranjak dari kasurnya.
“Hei Hei Hei, tenanglah!”. Clover menahan Cosmo dan kembali menyandarkan Cosmo dikasur.
“Tidak bisa!”. Cosmo mencoba melawan.
“Hei, tenanglah. Siapa itu Chatta? Aku bisa membantumu. Kita bisa mencarinya bersama-sama, tapi setelah keadaanmu membaik”. Clover mengusap dahi Cosmo.
“Kau menyuruhku tenang! Kau tidak tahu bagaimana perasaanku! Aku menunggunya sejak lama! Kau tidak akan tahu, karena kau tidak merasakannya!”. Cosmo tak sengaja membentak Clover.
“...”. Clover merasa tersinggung. Matanya berkaca-kaca, dan ia merapikan barang-barangnya dan segera pergi meninggalkan rumah Cosmo.
“Clover! Tunggu! Maaf, aku tidak...”. Cosmo menarik tangan Clover.
“Tidak. Aku memang tidak tahu apa-apa. Maafkan aku, aku permisi”. Cloverpun segera pulang dengan mobil miliknya.
“Clover! Tunggu!”. Cosmo berusaha menghalangi. Namun Clover tetap pergi.

Cosmo kembali ke kamarnya, membanting diri kekasur. Ia memejamkan mata sejenak, merenungkan apa yang telah ia lakukan terhadap Clover. Iapun membuka mata dan tiba-tiba saja Chatta berada dihadapan wajahnya, mereka saling berhadapan. Serentak, Cosmopun bangkit terkejut.

“Kau!? Chatta!”. Teriak Cosmo.
“Aduh, jangan berteriak seperti itu”. Chatta menutup telinganya sambil berputar-putar.
“Kau kembali?!”. Cosmo memeluk Chatta.
“Eh? Cosmo... Terimakasih karena pada detik-detik terakhir kau mengingatku, aku jadi tidak menghilang untuk selamanya”. Chatta memeluk Cosmo.
“Sudah seharusnya, aku melakukan hal itu”. Cosmo melepaskan pelukan Chatta.
“Sekarang, aku akan kembali ke duniaku”. Chatta menaiki bola-bola cahaya kemarin kembali.
“Kenapa? Apakah kau akan pergi selamanya? Apa kau tidak akan kembali?”. Cosmo bertanya.
“Aku akan selalu ada bersamamu meskipun tak nyata dalam pandanganmu, namun kau dapat merasakannya”. Dengan sekejap Chattapun lenyap.
“Terimakasih”. Cosmo tersenyum ditengah lelapnya.

Keesokan harinya ...

Terdengar nyanyian lembut dengan alunan biola dari ruangan aula. Suara indah yang menggetarkan setiap orang yang mendengarnya. Aku mendekat ke aula, mengintip dari jendela. Aku melihat seorang gadis, tak begitu jelas. Aku membuka pintu yang sudah terbuka sedikit perlahan-lahan.

“Clover?”. Ucapku pelan sambil memasuki ruangan.
“...”. Clover berhenti berhenti memainkan musiknya.
“Aku minta maaf, soal kemarin”. Cosmo menghampiri Clover.
“Kau benar”. Ucap Clover.
“Aku sadar, aku hanya teralu...”. Ucapan Cosmo terpotong.
“Kau benar, aku memang tidak mengerti”. Clover bertambah.
“Maksudmu?”. Cosmo duduk menghampiri Clover.
“...”. Clover merapikan biolanya.
“Clover?”. Cosmo bertanya ragu-ragu.
“Tidak, ini... ah sudahlah, aku lupa”. Clover menoleh dan sempat tersenyum, lalu pergi.
“Clover, ada apa?!”. Cosmo menahan Clover pergi.
“Pastikan besok pagi kau sudah tampan !”. Teriak Clover menggoda dari kejauhan.
“Eh?”. Cosmo agak heran.

Dan aku tak punya pilihan. Aku yakin Cinta bisa ditemukan ditempat yang tak terduga, seperti aku padamu sekarang. #HeartMessage Tapi Kupu-Kupu itu kini hinggap di bunga lain. Tulip kecil menangis.  #HeartMessage Aku hanya mengintip dari balik pohon, ku lihat kupu-kupu itu sedang bersamanya. #HeartMessage Kupu-kupu yang berbeda. Sungguh, aku merindukan mu, kupu-kupu.  #HeartMessage Kamu bilang aku tulip yang cantik, entah rasanya "senang" itu meledak-ledak, disini (Tunjuk hati). #HeartMessage
Rasanya sekarang tulip itu tak seindah saat kamu yang mengatakannya. #HeartMessage
Saat itu aku sangat bingung. Apa aku akan tetap menjadi tulip yang indah, atau hanya bunga yang layu saja? #HeartMessage

“Ini?”. Tanyaku dalam hati sambil membaca kertas yang tertinggal di kursi.
“Itu miliknya!”. Tiba-tiba muncul Chatta disamping Cosmo.
“Hei! Sejak kapan kau ada disini”. Cosmo terkejut heran.
“Sejak aku merindukanmu Cosmo”. Chatta memeluk Cosmo.
“Bisakah kau berhenti bersikap seperti ini!”. Cosmo mencoba melepaskan Chatta.
“Huuhhh. Baiklah”. Chattapun menghilang.
“Dan bisakah kau bersikap normal-normal saja. Kau ingin membuatku gila untuk kedua kalinya!”. Cosmo berteriak.
“Iya! Iya! Iya! Haaaah, tidak perlu berteriak seperti itu”. Chattapun muncul kembali disamping Cosmo.
“Hei,  ini apakah ini miliknya?”. Tanya Cosmo sambil terus membulak-balik kertas itu.
“Itu milik Clover”. Jawab Chatta.
“Sejak kapan?”. Tanya Cosmo.
“Apanya?”. Tanya Chatta.
“Semua ini? Tulisan ini? Dan Siapa orang yang dia maksud?”. Ada sedikit cemburu yang terpancar dari wajahnya.
“Jangan bilang kau cemburu Cosmo?! Ahhhh”. Goda Chatta.
“Tidak, aku, aku hanya penasaran saja”. Jawab Cosmo salah tingkah.
“Sudahlah, jangan membohongi diri sendiri. Ku rasa dia sudah sejak lama menulis.”. Jawab Chatta.
“Dari mana kau tahu?”. Cosmo bertanya.
“Dari tadi, wlee”. Chatta menghilang.
“Hei! Tunggu aku serius!”. Cosmo pun pergi.

Jam kelas psikologi kepribadian selesai, Cosmo keluar kelas bersama teman-temannya, Zeke, Ryan. Chatta mengikuti Cosmo dari belakang.

“Kurasa gadis itu menyukaimu”. Cetus Zeke menggoda Cosmo.
“Eh?! Sudahlah, dia memang aneh, abaikan saja”. Tambah Cosmo sambil terus berjalan.
“Kau benar, lihat saja penampilannya”. Tambah Ryan.
“Eh!?”. Serentak Zeke dan Cosmo menoleh kebelakang.
Toewwww! Ketiga pemuda itu menghadap kebelakang dengan pandangan heran setengah heran. Begitupun Chatta yang merasa aneh diperhatikan mereka bertiga.
“Kalian ini hyaaaaaa!!!! Pletak!!!”. Chatta memukul ketiganya dengan bukunya.
“Huaaa, benar-benar menyeramkan!”. Cetus Zeke.
“Tak kusangka gadis semanis ini??!”. Ryan menambahkan.
“Lariiiiii !!!”. Teriak ketiganya pergi meninggalkan Chatta.
“MENYEBALKAN!!!”. Teriak Chatta mengankat kedua tangannya dengan sangat kesal.

Dari arah yang berlawanan, Clover yang sedang berjalan. Seperti biasa saat posisi mereka sejajar berlawanan arah. Clover berhenti. Chatta diam terpaku.

“Jangan pernah katakan apapun soal diriku. Kalau kau tidak tahu apa-apa lebih baik diam saja”. Ujar Clover, sambil berjalan kembali.
“...”. Chatta menunduk saja.



Keesokan harinya, pagi akhir pekan ini Cosmo akan menghabiskan waktu bersama Clover. Sesampainya Cosmo dirumah Clover, dia datang untuk menjemput Clover. Cosmo mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Tak ada yang menjawab, ternyata pintunya tidak terkunci. Cosmo masuk perlahan.

“Clover?!”. Teriak Cosmo memanggil Clover. “Clover?! Clover?!”. Cosmo memanggil namun tak ada jawaban. “Apa ini?”. Cosmo menyentuh burung-burung origami yang menggantung diruang tengah rumah Clover. “Banyak sekali. Clover!?”. Cosmo tetap memanggil, sambil menunggu dia melihat beberapa kertas origami yang tersebar di meja dan membaca salah satunya.

Saat perasaan itu datang, aku hanya diam. Entah, rasanya. Kosong. #HeartMessage

“Eh?! Apa ini?!”. Cosmo penasaran, dia membaca kertas-kertas lainnya.

Tulip kecil tidak berwana, adakah keindahan yang akan mewarnainya. #HeartMessage

“Jangan-jangan semua origami ini, dan tulisan ini”. Cosmo membuka semua burung-burung origami yang menggantung.

“Ini!”.
Tulip kecil bersembunyi di balik keindahannya. #HeartMessage

“Ini juga!”.
Tidak peduli apa yang aku rasakan. Hati ini berdarah. #HeartMessage
  
“Ada apa dengan Clover?”. Cosmo membuka semua origami itu.
Tulip kecil bersayap yang malang, itu lah aku. #HeartMessage

“Cosmo?”. Keluar Clover yang turun dari tangga.
“Clover? Kau?!”. Cosmo terkejut dan salah tingkah.
“Ada apa? Ada yang salah dengan penampilanku?”. Tanya Clover heran.
“Eh, tidak. Clover, apa itu?!”. Tunjuk Cosmo kearah punggung Clover.
“Haa!?!!!?!”. Clover terkejut saat menoleh kebelakang.

To Be Continue ...

Rabu, 11 Januari 2012

DraWings Part I: My Last Memory

“Aku bukan seorang malaikat yang dapat melindungimu, Aku bukan Kehangatan yang dapat menyelimutimu, Aku bukan seorang teman yang dapat memahamimu, Aku tak berwana, bahkan tak nyata. Aku hanya seorang gadis kecil, gambar masa lalumu, yang selalu kamu gambar di tengah kesepianmu”.


 


“Tidaaaak !” Teriakku terbangun dari tidurku.

Syukurlah aku hanya bermimpi. Mimpi apa itu, seperti sebuah bisikan, apapun itu aku yakin itu hanya mimpi, itu hanya karena aku lelah saja. Aku menoleh ke arah jendela yang mulai terang oleh sinar matahari. Akupun bergegas mempersiapkan diri untuk pergi kuliah. Aku kuliah di Phoenixy University, jurusan Psikologi.

Sesampainya di kampus aku segera memasuki ruangan kelas, hanya ada seorang gadis, entah siapa sepertinya aku baru melihatnya, mungkin pindahan atau kelas sebelah, aku tidak peduli. Tidak begitu lama saat aku membuka buku dan beranjak menuju ke halaman kampus, gadis itu menghilang. Aneh, entah itu hanya perasaanku, atau karena aku teralu lelah, entahlah.

Akupun duduk dibangku halaman kampus yang dekat dari kelasku. Sambil menunggu jam kuliah aku selalu menghabiskan waktu untuk membaca atau menggambar untuk melepas penatku menunggu.

“Jadi kau ketua kelas yang bernama Cosmo itu ?”. Sapa seorang gadis yang bertanya dengan menghadapkan wajahnya tepat dihadapan wajah Cosmo yang terhalang oleh buku.
“Eh? Siapa kau?!”. Ujar Cosmo sedikit tersentak karena terkejut.
“Maaf, Maaf, hehehe aku tidak bermaksud membuatmu terkejut”. Senyum gadis itu sambil duduk disebelah Cosmo.
“Apa maumu?”. Cosmo kembali membuka bukunya dan sedikit bergeser menjauh dari gadis itu.
“Tidak ada. Aku hanya ingin menjadi temanmu. Hmm, boleh kan”. Gadis itu tersenyum.
“...” Cosmo pergi beranjak menuju kelas.
“Adakah yang salah dengan diriku?”. Gadis itu menunduk diam.

Jam mata kuliah psikologi umum dimulai. Ternyata gadis itu memperkenalkan diri, dia seorang mahasiswa pindahan ...

“Namaku Chatta, aku pindahan dari Universitas Nusantara. Senang berteman dengan kalian” Gadis itu setengah berbungkuk, dan segera duduk, tepat disebelah Cosmo.
“...”

Jam kuliah pun selesai. Aku pergi menuju laboratorium fakultas Biologi untuk melihat temanku, namanya Clover, Clover Aldora. Sudah dua tahun ini kami berteman, meskipun Clover adalah sosok yang dingin, tapi kepeduliannya membuat ku hangat berteman dengannya. Akupun menunggu di balkon dekat laboratorium.

“Cosmo”. Sapa Chatta sambil tersenyum berdiri dihadapannya.
“Apa lagi?”. Balas Cosmo dengan dingin.
“Hm ... Ini, aku membuatkannya untukmu”. Dengan sedikit membungkuk memberikan selembar kertas dengan kedua tangannya.
“Apa ini?”. Tanya Cosmo agak heran.
“Buka saja, ku dengar kau sangat suka menggambar. Aku ingin minta pendapatmu, apakah gambarku ini bagus?”. Tanya Chatta.
“Dari mana kamu mengetahui semua ini? Sebenarnya apa maumu?”. Cosmo mengembalikan gambar Chatta.
“Aku ... Aku hanya ingin berteman”. Chatta menunduk.
“Bisakah kau bersikap biasa saja. Ini sangat menggangguku”. Cetus Cosmo agak kesal.
“Uh?? Aku ... Aku hanya ... Maaf”. Berlari meninggalkan Cosmo.

Entah mengapa aku merasa gadis itu sangat aneh. Tiba-tiba saja masuk dalam kehidupanku, ah, tidak! Hmm, apa mungkin akan begitu sikap seseorang, jika saat seseorang sangat mengagumi seseorang lainnya?. Ah mengapa aku memikirkan hal tidak penting ini.

Selesai kelas Clover di laboratorium. Clover keluar ruangan dengan senyum dinginnya kepada Cosmo, diapun segera duduk disamping Cosmo dengan nafas terengah-engah.

“Sepertinya melelahkan sekali ya?”. Ucap Cosmo sambil tersenyum pada Clover.
“Ya begitulah, huff membosankan!”. Clover membalas senyum Cosmo.
“Bagaimana kalau kita menghabiskan waktu akhir pekan ini dengan berjalan-jalan. Aku yakin tidak akan membosankan”. Tegas Cosmo.
“Akhir pekan? Apa ini sebuah kencan?”. Clover menoleh dengan mimik penasaran.
“Eh, maksudku ...”. Cosmo tak sempat melanjutkan ucapannya.
“Tidak, aku hanya bercanda, hahahaha”. Tawa Clover puas karena membuat Cosmo bingung.
“...”. Cosmo hanya tersenyum melihat Clover tertawa.
“Hahahaha, eh ya, aku harus pergi, ada yang harus aku kerjakan, sampai jumpa”. Cloverpun pergi meninggalkan Cosmo.
“...”. Cosmo hanya mengangguk, mengartikan bahwa ia tahu bahwa Clover setuju dengan acara akhir pekan itu.

Tak lama Clover melangkah menuju tempat parkir mobilnya, berpapasan dengan Chatta. Mereka berdua menunduk, waktu sempat terhenti, jeda, seperti ada angin yang berhembus begitu dingin saat mereka berpapasan. Mereka terdiam sejenak, namun akhirnya kembali melangkah.

Cosmo selalu menghabiskan waktu luangnya dengan membaca atau menggambar dibawah pohon, bukit taman bunga, sambil melihat indahnya matahari terbit, bahkan terbenam. Kali ini Cosmo memutuskan untuk istirahat sejenak, lalu ia akan meneruskan gambarnya yang belum usai.

Sambil bersandar, Cosmopun mulai menggores kertas gambarnya dengan pensil.

“Huaaah. Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Hmm gambar yang bagus Cosmo”. Senyum Chatta yang mengintip dari atas pohon.
“Hah! Sejak kapan kau ada disitu? Apa kau mengikutiku?!”. Bentak Cosmo.
“Eh, tenanglah. Aku memang dari siang tidur di atas sini. Kau saja yang tiba-tiba datang, lalu mengejutkanku dengan suara goresan gambarmu itu, wlee”. Chatta tersenyum puas sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
“Suara?”. Ucap Cosmo agak heran.
“Eh, maksudku, ya aku terkejut, tiba-tiba saja kau ada dibawah situ”. Cetus Chatta agak ragu.
“Oh”. Cosmo melanjutkan gambarnya.
“Hmm... Benarkan apa kataku, gambarmu pasti bagus”. Chatta tersenyum.
“...”. Cosmo tak merespon. Dia sangat serius dengan gambarnya.
“Cosmo, apa sebelumnya kau pernah menggambar seseorang?”. Tanya Chatta.
“...”. Cosmo hanya menoleh, menatap Chatta penuh dengan kecurigaan dan kekesalan.
“Eh? Kenapa melihatku seperti itu? Aku hanya bertanya, tidak salah kan?”. Chatta cemberut dan menunduk.
“Apakah semua ini ada hubungannya dengan mu?! Bisakah kau diam walau hanya sebentar saja”. Bentak Cosmo.
“Maaf, aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu”. Ucap Chatta.
“...”. Cosmo hanya terdiam.
“Bagaimana dengan seorang gadis? Apa pernah kau menggambarnya?”. Tanya Chatta sambil tersenyum kembali.
“...”.
“Atau... gambar seorang teman? Apa pernah?”. Tanya, Chatta kembali.
“Diamlah !!!”. Bentak Cosmo membanting Gambarnya.
“...”

Suasana hening sejenak, Cosmo menunduk menahan kesal. Chatta hanya terpaku dengan mata berkaca-kaca, karena dibentak oleh Cosmo. Tidak ada yang memulai penbicaraan, semuanya hanya diam.

Angin ini berhembus, aku tahu. Dingin ini menyelimuti perasaanku, aku tahu. Kebencian ini terpendam dalam hatiku. Aku tahu. Kenapa?!!! Aku tidak ingin mengingat masa lalu itu!!! Gambar-gambar itu!!! Kenapa?!!! Arghhhh ?!!!

“Kenapa?!!!, Mereka telah membakar semua gambarku!!! Mereka bilang aku gila!!! Semua gambarku!!!”. Teriak Cosmo sambil menangis.
“Cosmo ...”. Chatta mencoba turun dari pohon untuk menenangkan Cosmo.
“Adakah salah jika kita memiliki seorang teman? Teman imajinasi? Tapi... gadis itu teralu nyata bagiku! Dan aku sangat yakin itu adalah dia”. Cosmo hanya tertunduk.
“Cosmo ... Bisa bantu aku turun”. Chatta mencoba mencari pijakan dikakinya.
“Mereka tidak mengerti apa yang aku rasakan dan aku alami sebenarnya”. Cosmo tetap menunduk.
“Cosmo !!! Bantu aku turun !!!”. Chatta merengek.
“Tidak berguna”. Cosmo tetap menunduk.
“COSMO !!! AAAAAH”.

Chatta terjatuh, namun Cosmo yang melihatnya segera menahannya. Akhirnya Chatta jatuh memeluk Cosmo sementara Cosmo yang menahan Chatta, kepalanya membentur batu dan pingsan.

“Cosmo ?!! Cosmo bangun?!! Huaaaa maafkan aku Cosmo”. Chatta mencubit-cubit pipi Cosmo, mencoba menyadarkannya.

Beberapa saat kemudian ...

Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Pernahkah kau melihat dunia yang seperti ini, penuh dengan pelangi harapan dan angan-angan yang terbebaskan? Terkadang semua tidak seperti apa yang kamu lihat, disitu keyakinanmu berperan. Aku selalu ada bersamamu Cosmo. Aku selalu bersamamu Cosmo.

“Perasaan apa ini? Sudah lama tidak ku rasakan? Begitu hangat”. Ucap Cosmo dalam hati yang melihat sebuah butir cahaya dimimpinya.

Perlahan Cosmo membuka mata, melihat tangannya yang berada digenggaman Chatta yang tertidur. Cosmo terdiam, angin berhembus bersama dengan keindahan langit senja. Entah perasaan yang berkecamuk dalam hatinya membuatnya resah, dan melepaskan genggamannya dari Chatta, Chattapun terbangun.

“Cosmo? Ah syukurlah kamu sudah sadar, maafkan aku Cosmo, aku tidak bermaksud ..”
“Aku harus pergi”. Cosmo membereskan peralatan gambarnya dan bergegas pulang.
“Cosmo, tunggu !!!”. Chatta mengikutinya.
“...”. Cosmo hanya terdiam.
“Cosmo ...”. Chatta memeluk Cosmo dari belakang.
“...”. Cosmo diam terpaku. Sekeliling terasa sunyi, hanya angin yang menghembuskan kehangatan yang menyelimuti mereka.

“Terimakasih Cosmo”. Ucap Chatta Lembut.
“...”. Cosmo tak menjawab.
“Aku ingin selalu bersamamu Cosmo”. Lanjut Chatta.
“Chatta?”. Cosmo bertanya.
“Ya Cosmo?”. Chatta menjawab.
“Bisakah kau melepaskan tanganmu ini?”. Ucap Cosmo lembut.
“Haaaa?! Eh Ehehehe maaf Cosmo”. Chatta terkejut segera melepaskan pelukannya.
“Lain kali hati-hati ya. Aku harus pergi dulu”. Ujar Cosmo menepuk poni Chatta, dan pergi.
“...”. Chatta diam terkejut.
“Ah? Tadi itu apa?”. Chatta yang tidak percaya akan hal tadi, hanya tersenyum tak bergerak.

Keesokan harinya di balkon kampus ...

Sebuah tangan mengulurkan sebatang cokelat tepat dihadapan wajah Cosmo, Cosmo pun menoleh ternyata itu Clover yang tersenyum padanya.

“Terimakasih”. Ucap Cosmo tersenyum.
“Sama-sama”. Balas Clover, yang kemudian membuka bukunya.
“Akhir-akhir ini aku merasa aneh”. Ujar Cosmo sambil membuka bungkus coklatnya.
“Kenapa?”. Tanya Clover.
“Aku selalu bermimpi, seperti ada bisikan dari seorang gadis. Aku tak paham apa maksud semua itu, mimpinya terus berulang”. Cosmo membagi cokelatnya.
“Tidak, terimakasih. Hmm, mungkin kamu teralu lelah, istirahat saja yang cukup”. Balas Clover yang sedang serius membaca.
“Ini berbeda, aku merasa ini begitu nyata. Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan...”. Kata-kata Cosmo terpotong oleh ucapan Clover.
“Saat itu adalah tempat aku merenung”. Balas Clover sambil memperbaiki posisi kacamatanya.
“Clover? Itu dia!”. Cosmo terkejut, dan segera menoleh kearah Clover yang sedang serius membaca.
“Eh?”. Clover menoleh.
“Darimana kamu tahu kata-kata itu Clover?”. Tanya Cosmo penasaran.
“Kalau tidak salah, aku melihatnya di belakang lembar gambaranmu”. Clover menjawab agak heran.
“Gambar? Gambar yang mana?!”. Tanya Cosmo.
“Ikut aku!”. Clover menarik tanganku.
“Kemana?”. Tanyaku agak heran.
“Diam, ikuti saja”. Tegas Clover.

Mereka menuju sebuah galeri. Ruangan ini adalah tempat penyimpanan arsip karya ilmiah mahasiswa-mahasiswa Universitas Phoenix. Clover memeriksa arsip fakultas psikologi, kelas A, Cosmo Hizuka. Terselip sebuah gambar yang terlihat begitu nyata, gambar seorang gadis kecil yang mengulurkan tangan kepada seorang anak laki-laki.

“Lihat, kupikir ini adalah kamu benarkah?”. Clover menunjuk gambar anak laki-laki itu.
“Gambar ini, 2 tahun yang lalu? Ini gambaranku”. Cosmo mencoba mengingat sesuatu.
“Gambar yang cantik, aku yakin dia adalah seseorang yang sangat spesial bagimu”. Clover tersenyum sambil merapikan arsip lainnya.
“Hmm, gambar yang menyakitkan”. Cosmo menjawab.
“Menyakitkan?”. Clover menoleh kearah Cosmo.
“Gadis ini membawa keindahan dalam hidupku sekaligus keterpurukan terhadap hidupku”. Cosmo terdiam memandang gambarnya.
“Seperti apa?”. Tanya Clover sambil tetap merapikan arsip-arsip lainnya.
“Dulu dia adalah malaikat bagiku, selalu menemani kesepianku. Dia membawaku ke dunia yang indah, penuh dengan  imajinasi, begitu indah, semua gambar itu hidup disana”. Clover yang tampak tertarik dengan ceritanya duduk mendekati Cosmo.
“Maksudmu benar-benar hidup?”. Tanya Clover dengan wajah ragu.
“Ya, mereka sangat nyata, beigtu pula dengan gadis ini. Kehidupanku yang dulu  selalu dikucilkan oleh orang-orang, menjadi berwarna, karena aku tahu, masih ada yang mau berteman denganku. Huff, karena hal aneh itu orang-orang disekelilingku semakin menjauhiku, mengucilkanku, termasuk orangtuaku yang sempat memanggil psikiater untuk menyembuhkanku. Aku tidak sakit, aku benar-benar yakin gadis itu hidup, dan dunia imajinasi itu ada, aku membawa orangtuaku keruanganku yang penuh dengan gambar-gambar. Tadinya pikirku aku akan memperkenalkan temanku itu dan membawa mereka ketempat indah itu. Namun ternyata, tak ada, tak ada apapun disana, aku mencoba memanggil gadis itu, tak muncul juga, aku sungguh malu. Mereka membakar semua gambaran-gambaranku. Dari sejak itu aku putuskan tidak ingin lagi mengingatnya dan melupakan pengalaman pahit itu. Entah, mungkin memang hanya imajinasiku saja” Cosmo bercerita.
“Tenanglah, ambil positifnya saja. Kamu selalu menghasilkan karya yang indah”. Clover mengusap-usap bahu Cosmo.
“...”. Cosmo hanya tersenyum.
“Hei, kamu kan mempelajari kejadian-kejadian psikis manusia, ada kaitannya dengan hal ini”. Tanya Clover.
“Sudah, entahlah, aku belum menemukannya”. Cosmo menggelengkan kepalanya.
“Hei, lihat tulisannya!”. Clover menunjuk gambar itu.
“Oh, iya, tujuannya kan tulisan itu”. Cosmo membalikkan gambarnya, ternyata benar tertulis; Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Cosmo mencoba mengingat sesuatu.

“Gadis itu?!." Terlintas bayangan-bayangan masalalu akan tulisan itu, itu adalah sandi persahabatan Cosmo kecil dengan teman imajinasinya. Terlintas bayang-bayang seorang gadis, dan bayang-bayang kemarin sore “Jadi kau ketua kelas yang bernama Cosmo itu ?” | “Tidak ada. Aku hanya ingin menjadi temanmu. Hmm, boleh kan”. | “Huaaah. Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Hmm gambar yang bagus Cosmo”. | “Bagaimana dengan seorang gadis? Apa pernah kau menggambarnya?”. | “Cosmo !!! Bantu aku turun !!!”. | “COSMO !!! AAAAAH”. | “Terimakasih Cosmo”. “Aku ingin selalu bersamamu Cosmo”. Gadis itu !? Mimpi itu ?! Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Pernahkah kau melihat dunia yang seperti ini, penuh dengan pelangi harapan dan angan-angan yang terbebaskan? Terkadang semua tidak seperti apa yang kamu lihat, disitu keyakinanmu berperan. Aku selalu ada bersamamu Cosmo. Aku selalu bersamamu Cosmo. Gadis itu !!? Chatta? Adakah hubungannya dengan anak itu?! Ya aku harus menemukan Gadis itu !!?”. Resah Cosmo dalam hati.

Cosmo meninggalkan ruangan dengan membawa arsip miliknya itu, dengan lari yang tergesa-gesa mencari Chatta di setiap ruangan Universitas ...

To Be Continue ...

Kamis, 05 Januari 2012

Sugesti

Warna dan bentuk secara otomatis mensugesti pikiran atau perasaan kita. Warna yang kita pakai dan warna-warna di sekeliling kita mempunyai dampak atas diri kita dan menciptakan suatu atmosfir.


 


Hidup kita berjalan sesuai dengan kesan yang dibuat terhadap kita dan kesan yang paling besar adalah yang dihasilkan oleh kata-kata. Nada suatu kata yang terucap, musik suatu frase, sering mensugestikan suatu makna yang sangat berbeda dari makna yang sebenarnya kata-kata atau frase tersebut.

Kita hampir tidak menyadari seberapa besar kita bergantung pada sugesti dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membentuk opini kita tentang orang lain. Pujian atau celaan orang lain yang sampai ke telinga kita segera tampak oleh kita sebagai suatu kebenaran. Hanya sedikit saja orang didunia ini yang dapat menolak sugesti yang datang kepada dirinya dari orang lain, meski mereka tidak mengetahui fakta-fakta itu sendiri. Yang paling menarik adalah, kita sering kali meragukan sebuah pujian dan cenderung mempercayai celaan. Hal ini terjadi karena pengalaman kita membuat kita selalu pesimistis.

Ketika orang mulai menyadari apa arti sugesti, banyak yang bereaksi secara keliru terhadapnya. Mereka tidak mengetahui bahwa dari pagi hingga petang kita dipengaruhi oleh sugesti yang datang kepada kita secara otomatis dalam bentuknya yang berbeda-beda. Yang penting bukanlah menerima atau menolak sugesti itu, yang penting adalah memahami apa yang akan berguna bagi diri kita dan apa yang akan merusak diri kita. Cara terbaik untuk bereaksi terhadap suatu sugesti adalah berupaya untuk menemukan fakta-fakta.

Menurut ilmu metafisika, salah satu cara untuk membuang efek sugesti dari pikiran kita adalah dengan konsentrasi. Ada dua hal yang bisa dicapai dengan konsentrasi: pertama, menetapkan suatu pikiran dalam akal seseorang, dan kedua, menghilangkannya. Ketika seseorang melatih konsentrasi, ia akan mampu menghilangkan  pikiran apa pun yang dia inginkan, dan dapat menanamkan suatu pikiran yang dia inginkan agar tetap di dalam akalnya.

Akal yang normal adalah menguasai segala sesuatu, setiap kondisi, dan jika ada suatu sugesti yang datang dari orang lain, ia memikirkannya. Dengan memikirkannya, kita tidak perlu mempercayainya, namun kita tidak perlu menentangnya. Karena semua hal adalah sugesti, apakah baik ataupun buruk. Tidak semua sugesti salah; sering kali sugesti amat baik, tapi jika seseorang selalu menentang setiap sugesti, dia akan menolak semua yang baik karena didorong oleh rasa takut.

Dapatkah seseorang menanggulangi setiap hal dengan sugesti? Dapat dilakukan, tapi tidak dapat dikatakan. Ada banyak persoalan besar yang dapat diselesaikan, tetapi ketika seseorang ingin membicarakannya, sangatlah sulit. Bukan saja orang lain tak akan mempercayainya, bahkan dirinya sendiri pun tidak akan mempercayainya ketika dia mulai mengungkapkan perkara tersebut. Jika perkara-perkara itu dibiarkan tak terkatakan, akan lebih banyak hal besar yang dapat dilakukan ketimbang apa yang dapat diserap oleh imajinasi seseorang.
Sugesti dalam praktiknya mempunyai empat aspek. Pertama, sugesti yang dibuat untuk diri sendiri, disebut juga sugesti mandiri. Kedua, sugesti yang dibuat untuk orang lain. Ketiga sugesti yang dibuat untuk makhluk yang lebih rendah tingkatannya, dan yang keempat, sugesti yang sedikit diketahui oleh dunia keilmuan dan hanya dimengerti oleh para ahli mistik, yaitu sugesti yang dibuat untuk suatu objek tertentu.

Selasa, 03 Januari 2012

Keanekaragaman Budaya Memberikan Pengaruh Bagi Masyarakat

Manusia adalah mahluk emosinil dan juga mahluk rasionil. Sebagai mahluk rasionil manusia ingin mengetahu dan memahami seluruh lingkungan alam dan lingkungan sosialnya dengan logikanya, dengan kekuatan berpikirnya sebagai mahluk rasionil manusia senantiasa bertanya yang tidak ada hentinya.

Kebudayaan dapat didefinisikan dalam bermacam-macam. Diantaranya, menurut ahli antropologi yang pertama-tama merumuskan definisi mengenai kebudayaan E. B. Tylor, dalam bukunya “Primitive Culture” yakni bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kenyataan bahwa kebudayaan yang terdapat antara umat manusia sangat beraneka ragam, menimbulkan beberapa dampak positif dan negatif pada perubahan kebudayaan dan kehidupan masyarakat. Dampak positif itu diantaranya keanekaragaman memberikan ruang bagi masyarakat untuk terbuka dalam menjalin hubungan sosial maupun dalam berbudaya. Memberikan ikatan dan hubungan antar sesama. Dapat saling berbagi, bersahabat dan menghargai antar setiap budaya, tanpa adanya batasan-batasan karean sebuah perbedaan.

Disamping itu perubahan budaya ini memiliki pengaruh negatif diantaranya, perubahan berbudaya bahkan modernisasi. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor penyebab diantaranya, perubahan itu ditimbulkan dari masyarakat itu sendiri, ditimbulkan oleh discovery dan invention. Discovery adalah setiap penambahan pengetahuan atau penemuan mengenai hal baru. Invention adalah penerapan daripada  pengetahuan baru itu. Faktor-faktor perubahan juga datang dari luar masyarakat dengan jalan difusi atau penyebaran budaya atau peminjaman kebudayaan. Seperti halnya modernisasi yang menyingkirkan atau mengesampingkan tradisi-tradisi bahkan budaya lama. Meninggalkan kebudayaan lama sebagai harta warisan setiap suku bangsa, digantikan oleh budaya modern kini adalah salah satu penyebabnya.

Meski daripada itu, pada dasarnya sikap dan nilai-nilai modern ada pada manusia diantaranya, dan penyelesaiannya, seorang manusia memiliki sikap siap untuk menerima hal-hal baru dan terbuka untuk inovasi dan perubahan. Faktor waktu, sikap perencanaan, sikap perhitungan, sikap menghargai, dan dapat menyikapi segala perubahan di sekitar lingkungannya dengan kesederhanaan dan bijaksana. Karena perbedaan itu indah.

Minggu, 01 Januari 2012

Cerdas Bahasa Cerdas Komunikasi


            Bahasa  adalah untuk berkomunikasi dan berinteraksi  dan menunjukkan pentingnya mempelajari suatu bahasa. Tanpa kemampuan berbahasa yang baik, kita sulit menyampaikan pikiran,  gagasan, dan perasaan kita kepada orang lain. Hal itu karena kesalahan dalam menyusun kalimat bisa mengakibatkan perbahan makna dan bisa jadi lawan bicara tidak bisa menangkap apa yang sebenarnya ingin kita sampaikan.

            Cerdas berbahasa (Hard skill) adalah kemampuan yang dapat di tinjau dari kesan pertama (dalam waktu yang singkat). Mengingat pentingnya mempelajari bahasa. Ada tiga tujuan mempelajari bahasa.  Pertama untuk meningkatkan kecerdasan dalam berbahasa. Kedua untuk menjadikan kita bertengger di level superior. Diantaranya ada beberapa level dalam mempelajari sebuah bahasa yaitu, Novice (Ditempati oleh orang yang baru mempelajari suatu bahasa),  Intermediate (Ditempati oleh orang yang sudah bisa mendeskripsikan sesuatu), Advance (Ditempati oleh orang yang sudah bisa menggunakan suatu bahasa dengan baik dan senang meggunakannya), Superior (Ditempati orang yang sudah bisa mengutarakan gagasan, penyanggahan dan detailnya). Ketiga, mencintai negara.

            Cerdas komunikasi (Soft skill) adalah kemampuan yang dapat di tinjau dengan membutuhkan waktu atau proses yang lama. Untuk itu betapa penting mengetahui teknik-teknik berkomunikasi yang baik dan bagaimana mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, komunikasi yang baik tidak sekedar cukup mengandalkan tata bahasa dengan kata-kata terbaik, tetapi perlu emosi, ekspresi, dan persepsi positif, agar pesan yang ingin di sampaikan dapat diterima dalam kesejukkan perasaan pendengar.

            Ekspresikan bahasa komunikasi kita dalam gaya kita sendiri, dan jadilah diri sendiri yang mampu menyampaikan pesan dengan jelas, sederhana, serta mudah untuk dimengerti oleh lawan bicara. Jadikan gaya bicara kita sebagai seni yang memberikan inspirasi buat para pendengar. Pastikan kata-kata kita mampu mengekspresikan pesan yang ingin kita sampaikan; pastikan pesan-pesan itu diterima secara cerdas dalam logika berpikir yang sehat; pastikan ekspresi kita tidak menciptakan keraguan di hati dan pikiran pendengar kita, dan pastikan kita tahu bahwa berbicara itu berarti komunikasi dua arah, yaitu dari satu jiwa ke jiwa yang lain tanpa ada yang mendominasi.

            Cerdas berkomunikasi berarti Anda harus mampu berkomunikasi dengan siapa pun dan di mana pun bersama kekuatan emosi baik, persepsi positif, dan kekuatan ekspresi dalam balutan sikap baik Anda. Seorang komunikator yang cerdas mampu berkomunikasi dengan siapa pun, dengan apa pun, dimana pun, tanpa terpengaruh oleh perbedaan yang ada. Untuk itu kedua hal tersebut (Cerdas Bahasa & Cerdas komunikasi) adalah kemampuan yang saling bersinergi satu sama lain, keduanya baik untuk dipahami dan bagaimana kita menyikapinya dengan bijaksana.