Kamis, 07 Februari 2013

Cerpen: Diary of Rus&Rus



Written by, Bulan Kecil

Dear Universe,
Langit yang cerah, terhiasi oleh sinar hangat sang mentari dan awan-awan kumulus yang lembut. Itulah gambaran suasana yang cerah yang terlihat dari balik jendela studio musik milik Dimas dan Jeje. Dimas, adalah soulmateku, Jeje adalah sahabat kami berdua. Kami bertiga mulai dekat karena kampus tempat kami berkuliah sama, cuma jurusannya saja yang berbeda. Aku, Phebee Sastranila jurusan sastra, sedangkan Dimas Redwill dan Jeje Eko, jurusannya seni musik.
Well, at that moment, aku lagi ngeguntingin origami buat nempelin tulisan-tulisan aku disitu. Kebetulan Jeje itu orangnya sibuk banget, karena dia punya kerjaan sebagai fotografer, aku ditemenin sama soulmateku, Dimas.

“Phebee ajarin aku nulis dong”. Pinta Dimas sambil membaca tulisan-tulisan Phebee.
“Dimas... Dimas... Nulis kok minta diajarin. Coba aja dulu, Just write apa yang ingin kamu tulis Dim”. Balas Phebee yang sibuk guntingin kertas origami untuk tulisannya.
“Yaaa tapi kan beda Bee. Aku pingin bisa tulisan aku, bisa bagus kayak kamu”. Jawab Dimas, sambil membantu merapikan kertas-kertasnya.
“Hey my bro. Kata siapa tulisan aku bagus? Ngarang kamu Dim”. Sahut Phebee pada Dimas.
“Lho kok ngarang sih? Lha, selama ini kamu nulis banyak kayak gitu? Joined many competition, is it not enough?”. Balas Dimas heran.
“Dimas... Dimas... Nulis tuh, bukan soal bagus atau enggak. Nulis tuh, tentang kamu, tentang mimpi, tentang dunia, dan tentang mereka. Whatever they think, whatever they say, just write your heart in”. Ujar Phebee sambil menulis kata heart di kertas berbentuk love lalu diberikannya kepada Dimas.
“Bee... Bee... Hmm, oke deh, I’ll try it”. Jawab Dimas tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Gitu dong, itu baru namanya Dimas si pujangga kurus”. Ujar Phebee bahagia sambil tertawa kecil.
“Ih, apaan sih itu. Gak asik banget kamu Bee, sesama kurus jangan saling menghina hehehe”. Balas Dimas sambil ikut tertawa.
“Hehehe, sorry sorry, just kidding my bro, peace!”. Mereka tertawa bersama.

            Keesokkan harinya adalah malam minggu, tepat hari ulang tahun Dimas, tapi Dimas lagi ngisi event di salah satu cafe yang baru launch. Dia dan Jeje perfom akustik sambil ngecoverin beberapa lagu.
Dateng telat selalu jadi ciri khas aku, setiap kali janjian, hehehe. Aku duduk di salah satu meja yang kursinya untuk dua orang. Sweater cokelat, jeans hitam, rambut pendek, berkacamata, lebih mirip orang kayak bangun tidur, daripada cewek yang anggun. Well, this is me.
Gak kerasa acara udah selesai, aku masih nunggu Dimas beres, rencananya aku mau ngasih something buat Dimas. Hmm, cukup banyak pengunjung yang datang dan terhibur sama perfomance  dari Dimas dan Jeje. Selain suaranya yang khas dan permainan musiknya yang menarik, juga tampang mereka yang ganteng, eh ralat buat si Dimas, enggak. Oke kalau si Jeje tinggi cakep, badan berisi, ramah, lumayan terkenal pula. Tapi Dimas? Badan kurus, cakep enggak, bawel iya, galak juga, yaaa tapi...

“Hai BeeRus!”. Ujar Dimas yang tiba-tiba duduk di depan Phebee.
“BeeRus? Siapa tuh? Ciyee keren nih yang baru perfom”. Tanya Phebee heran.
“Hahaha thanks ya. Hmm, sok polos deh kamu Rus! Siapa lagi yang kurus disini kalau bukan kamu”. Ujar Dimas sambil tertawa kecil.
“Eehh gak lucu, I have a name ya, P-h-e-b-e-e, Phebee. Gak fair tuh”. Ujar Phebee agak kesal soalnya suara Dimas lumayan keras.
“Hahaha, iya iya aku tau kok. Gak fair kenapa Bee?”. Tanya Dimas sambil tersenyum.
“Kalau kamu panggil aku kurus, kamu juga harus aku panggil kurus. Kamu bilang kan kalau misal..”. Dimas mencoba menutup mulut Phebee yang udah mulai nyerocos.
“Yayaya... Yayaya... Yaaa, udah tau kok miss”. Ujar Dimas sambil tersenyum nakal.
“Ih, curang banget sih jadi orang. Tuh!”. Ujar Phebee kesal, sambil mengeluarkan kotak persegi yang ukurannya sebesar buku diary.
“Biarin hehehe. Oya, apaan nih?”. Tanya Dimas agak heran.
“Happy Birthday ya, sorry gak suprise. Bukan ahlinya aku”. Ujar Phebee.
“Wah, thanks ya Bee”. Dimas mengecek jam tangannya sebentar.
“Kenapa?”. Tanya Phebee heran.
“23.08. Semoga ya, kamu yang terakhir ngucapin”. Ujar Dimas sambil membuka kotaknya.
“Itu nyindir apa ngarep?”. Tanya Phebee jutek.
“Hehehe, yaelah gitu aja marah, ngarep sih Bee. Soalnya biar aku inget terus. Phebee si kurus orang terakhir yang ngucapin Happy Birthday, hehehe”. Dimas tersenyum.
“Hahaha, bisa aja kamu”. Phebee ikut tertawa.
“Wah, bolu?”. Dimas tersenyum sambil memotong bolunya dengan sendok yang ada di meja tersebut.
“Iya, aku buat sendiri lho Dim. Habisin ya!”. Ujar Phebee tersenyum senang.
“Nih”. Dimas mengarahkan sendoknya ke mulut Phebee.
“Hah? Kok aku? Itu kan buat kamu”. Phebee agak mundur sedikit.
“Yee, ini aku suapin spesial buat soulmate aku yang juara. Oh ya, make a wish dulu ya”. Ujar Dimas tersenyum.
“Hmmm... Semoga Dimas tambah ganteng dan gak galak lagi, jadi cewek-cewek pada gak takut lagi sama dia, amin”. Phebee lalu melahap suapan dari Dimas dan tertawa puas.
“Apaan tuh, wishes nya kayak gitu, aku udah ganteng kali. Saking gantengnya cewek-cewek terkesan sama aku”. Muka Dimas agak jutek tapi akhirnya ikut tertawa.
“Hahahahaha... Hahahaha, iya iya duh... Percaya kok aku Dim hahaha”. Phebee tertawa puas.

            Akhirnya mereka berdua tertawa bersama. Keesokkan harinya Dimas datang berkunjung ke rumah Phebee di daerah perbukitan. Mereka biasa menghabiskan waktu untuk berdiskusi, santai dan curhat-curhatan di saung yang ada di samping rumahnya. Rumah Phebee memang terkesan sangat alami, karena begitu minimalis serta banyak tanaman hijau, dan di daerah bukit, jadi pemandangan disekitarnya terlihat sangat indah, meskipun agak sedikit jauh dari kota. Kebetulan Bundanya Phebee pas sekali membuka pintu hendak keluar.

“Eh tante”. Ujar Dimas dengan setelan cueknya sambil menggendong gitar miliknya, agak sedikit terkejut.
“Dimas, duh tante kira siapa. Pasti mau ketemu Phebee ya?” Ujar Bunda Phebee.
“Iya tante, Phebeenya ada?” Tanya Dimas.
“Ada tuh, biasa lagi di saung, samperin aja”. Ujar Bundanya Phebee ramah.
“Eh, iya makasih tante, saya permisi dulu mau ke Phebee”. Dimas tersenyum.
“Iya”. Bunda Phebee tersenyum.

            Saat itu Phebee sedang duduk tertidur di saung. Angin yang bersepoi-sepoi meniupkan rambut-rambut tipis yang menutupi wajah Phebee. Dimas yang tadinya ingin membangunkan Phebee, tidak tegak membangunkanya. “Kamu lucu Bee kalau lagi tidur” Dimas berbisik sambil tersenyum. “Dukk!” Phebee yang terkejut dengan bisikan Dimas, bangun sampe kepala Phebee berbenturan dengan kepala Dimas.

“Awww!”. Jerit mereka berdua.
“Duhhh! Kepala aku?!”. Phebee yang masih setengah sadar, menggosok-gosok matanya sambil mengusap-usap kepalanya.
“Hehehe, udah bangun ya Bee”. Ujar Dimas tersenyum sambil mengusap-usap kepalanya.
“Duhh, Dimas, kamu bangunin orang gak kira-kira sih”. Ujar Phebee yang masih mengusap kepalanya.
“Sini, sini duh, gitu doang sok di dramatisir deh”. Ujar Dimas mengusap-usap kepala Phebee.
“Aaahh, udah ah, udah, kamu ngacak-ngacak rambut Dim, bukan ngusap-ngusap”. Phebee merapikan rambutnya.
“Hehehe”. Dimas tertawa kecil.
“Huft, oya Dim, kamu mau minum apa?”. Tanya Phebee, hendak membawakan minum.
“Apa aja deh”. Ujar Dimas tersenyum.
“Sip, tunggu ya rus”.
“Eitss, oke”. Balas Dimas.

Beberapa lama kemudian Phebee kembali sambil membawakan dua cangkir choco hot milk.

“Wah, thanks ya Bee. Tau aja kamu nih soal beginian”. Ujar Dimas.
“Ya, lagian cuacanya juga mendung dan anginnya lumayan dingin, jadi pas aja kalo minum yang anget-anget, iya gak, hehehe”. Phebee dan Dimas tersenyum.
“Bee..”. Dimas meniup cangkir choco hot milk tersebut.
“Ya?”. Phebee menengok ke kanan, tepat bertatapan mata dengan Dimas.
“Oya Bee nih tulisan yang aku bikin, enggak tau deh kayak apa jenis tulisannya, iseng aja sih pas aku coba sambil main gitar sama si Jeje”. Ujar Dimas, sambil mencoba mengeluarkan kertas catatannya dari ranselnya.
“Oh ya? Mana coba aku pingin liat! Lagu?”. Phebee membantu Dimas mencari kertasnya.
“Nih, bukan. Gak tau, cuma tulisan biasa”. Ujar Dimas tersenyum kecil.
Well, let me see yaaa”. Sambil mengangkat kedua kakinya yang menggantung kebawah, duduk seperti berjongkok, dengan wajah penuh semangat Phebee membaca...


Tulis,
Biarkan ku menulis
Sekali ini saja, untuknya
Tulis,
Mungkin ku hanya mencoba, meski tak begitu indah
Sulit menjadi mudah, karena dia yang bicara
Tulis,
Aku tidaklah bisu
Aku hanya malu, tentang isi hatiku
Tulis,
Mungkin hanya dengan menulis
Ku dapat ungkapkan rasaku, padanya
Tulis,
Ku akan tetap menulis dan selalu menulis
Berbagi kisahku dan duniaku
Bersamanya


By, your beloved soulmate
Dimas Ganteng



“Ya ampun Dim...”. Phebee tersenyum matanya agak berkaca-kaca.
How’s mine?”. Tanya dimas sambil mengeluarkan gitarnya.
“Dim... ini tuh...”. Phebee masih memandangi tulisan dimas.
“Kenapa? Penasaran aku, salah ya?”. Dimas menggaruk-garuk kepalanya heran.
“Dim, ini tuh keren banget! Aku suka Dim! Walau kata yang terakhir ini NGERUSAK banget puisi kamu”. Phebee mengambil pulpe miliknya lalu mencoret kata Ganteng dari tulisan Dimas.
“Ya ampun? Masa sih? Yaa, gak pake penekanan gitu juga kali Bee kata NGERUSAKnya hehehe, malah sengaja dicoret lagi, dasar kurus!”. Dimas yang gemes mengacak-acak rambutnya Phebee.
“Iya biarin dong, kan tadi katanya minta pendapat aku. Ih kamu tuh curang banget sih, kamu selama ini boongin aku ya Dim!”. Ujar Phebee memukul Dimas dengan buku yang ada disampingnya.
“Hey hey, boongin apa? Kok malah jadi ngambek sih, heh kurus?!”. Dimas tertawa kecil.
“Ihh, kamu tuh ya! Sejak kapan kamu jago nulis hah?!”. Tanya Phebee sambil tersenyum manis.
“Sejak... Sejak kenal kamu”. Ujar Dimas agak gombal.
“Ngaco deh. Hmmhh.. Well, I don’t know how good.. But it’s cool”. Phebee tersenyum kepada Dimas.
“Hmm, so?”. Dimas duduk menghadap Phebee.
So what?”. Phebee menjawab sambil mengalihkan pandangan.
I’m with my guitar, you with your pen”. Ujar Dimas.
And then?”. Phebee bertanya.
“Yaaa”. Ucapan Dimas terpotong.
“STOP! Hey itu gak...”. Phebee tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Gak salah lagi, cocok banget”. Dimas tertawa.
“Apa sih makin ngaco kamu Dim!?”
“Gludurrrrrrr. Rintik hujan mulai membasahi, mereka berdua sempat terdiam.
“...”
“Jadi, deal ya, hehehe”. Ujar Dimas, Phebee hanya tersenyum, lalu mereka berdua terus berdebat sambil menikmati senja dan choco hot milk mereka.

A few days later...

Dear diary,
Ini tulisan pertama diary baruku. Hari ini aku gak punya kata-kata indah, gak lagi pingin nulis bahasa-bahasa semesta, juga bukan soal tumpukan mimpi untuk sebuah dongeng kecil. Kali ini agak sedikit berbeda, aku mau buat diary baru.
Judulnya “Diary of RusRus”. Kali ini tokoh utamanya hanya ada dua. Aku si BeeRus dan Dimas si DiRus.
That’s why, sometimes I think that stories have no ending. Sama kayak aku nulis diary ini. Kita gak pernah tau dan gak bisa nebak, kapan first sight kita, sampe kita bisa akrab and knowing each other, kapan kita mulai berbagi dunia, dan kapan kita berpisah, kita gak pernah tau. So, diary ini aku buat khusus, untuk berbagi kisah antara aku, Dimas, dan dunia.
Oya, dulu kalau tidak salah aku pernah nulis gini deh,
“Sampai saat ini aku bersyukur dapat membagi kasih dan sayangku dengan semuanya. Hingga suatu saat nanti seseorang itu akan datang dengan cintanya, untukku” Dan kini seseorang itu datang, dengan cinta dan dunianya, untuk saling berbagi, agar dapat saling menginspirasi, mengisi, mewarnai.”

Pertanda,
BeeRus


Two month later...

Ceritanya, Dimas habis nemenin aku hunting buku dan nonton. Aku lagi asyik makan ice cream Mc Flurry.

“Rus, aku lupa, besok lusa aku ada perfom di event kampus temen, tapi untungnya waktunya sebelum lomba kamu mulai. Jadi aku dateng agak telat”. Ujar Dimas dengan nada agak kecewa.
“Hmm, maaf ya aku gak bisa dateng nonton kamu. Soalnya aku haru...”. Belum sempat selesai bicara, Dimas memotong ucapan Phebee.
“Harusnya aku yang minta maaf. Maaf karena aku gak bisa nemenin kamu lomba dari awal. Sorry ya Rus”. Dimas menundukkan kepalanya dan menahannya dengan kedua tangannya, mencerminkan perasaan yang serba salah.
“Harusnya ucapan kamu tadi tuh diabadikan tau gak Rus, rare moment”. Ujarku sambil tertawa kecil.
“Maksudnya?”. Dimas heran.
“Yaaa... Soalnya baru sekarang lagi, setelah entah kapan seorang Dimas Redwill mau bilang “maaf” hehehe it’s rare moment you know!”. Ujar Phebee yang sibuk menghabiskan Mc Flurrynya.
“Ahhh, dasar kurus”. Dimas tersenyum kecil sambil mengusap-usap rambutku.
“Sebenernya aku gak yakin sama lomba kali ini, story telling, ternyata beda bercerita dengan tulisan, dan bercerita secara langsung. Apalagi liat peserta lainnya udah expert semua. Ditambah, akhir-akhir ini kamu sibuk perfom, dan aku jarang nonton kamu lagi Rus. Jujur,  aku lebih seneng liat kamu perfom, and I miss that moment... Huft (sambil menghela nafas) Harusnya dari awal aku nge-cancel lomba ini, aku gak tau kalau saat itu juga kamu perfom, sorry”. Ujarku yang mencoba tersenyum kepadanya Dimas.
“Kamu gak nonton aku juga aku ngerasa kalau kamu selalu hadir saat itu Rus. Karena aku tau hati aku sama kamu. Jadi, ada saatnya waktu dimana kita bisa sama-sama lagi. Karena mimpi kamu juga mimpi aku, dan mimpi aku juga mimpi kamu, walau mimpi kita berbeda, kita akan tetep raih semuanya sama-sama. Justru harusnya aku yang datang semangatin kamu di lomba nanti”. Ujar Dimas tersenyum sambil mencubit kedua pipi Phebee.
“Makasih Rus”. Aku tersenyum manis.
“Oya, tapi aku mau berhenti untuk nulis lagi”. Ujar Dimas.
“Lho, kenapa? Tulisan kamu kan bagus Rus”. Ujar Phebee heran.
“Cukup kamu aja yang jago nulis dan aku jago gitar, jadi kita sama-sama belajar”. Ujar Dimas tersenyum.
“Iya”. Phebee pun juga tersenyum .


            Gak pernah ada yang tau kisah kita akan berujung sampai mana, sama seperti aku menulis diary ini, tentang kisah kita, berdua...