Minggu, 27 Januari 2013

Tidak Adil !



            Setiap orang pasti pernah merasakan ketidakadilan terhadap sesuatu. Entah itu dimulai dari dirinya sendiri, lingkungan keluarganya, lingkungan sekolahnya, maupun lingkungan kerjanya, hal itu manusiawi adanya. Kita sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan, sulit bagi kita untuk bersikap adil terhadap seseorang maupun sesuatu. Tapi, pasti selalu ada cara lain untuk kita dalam menyikapinya.
            Misalnya, dalam sebuah perusahaan, seorang karyawan baru yang memiliki potensi yang kuat, ikut dalam proyek besar, yang banyak diikuti oleh para karyawan-karyawan senior. Para senior itu merasa hal tersebut adalah tidak adil, yang bagi para karyawan senior untuk mengikuti proyek besar harus menunggu dan melewati banyak proses, tapi bagi karyawan baru itu dengan mudah kesempatan ini didapatnya.
            Hal semacam ini tentunya akan menimbulkan emosi, tanggapan maupun hal-hal negatif lainnya, mulai dari ketua, karyawan senior, hingga karyawan baru. Dalam hal ini para karyawan senior merasa tidak adil atas keputusan pemimpin dalam mengikutsertakan karyawan baru yang memiliki potensi kuat dalam proyek besar seperti ini. Para karyawan senior ini ingin melakukan protes, sehingga mereka membicarakan si pemimpin dan si karyawan baru dari belakang, juga mengancam dengan kualitas kerjanya menjadi kurang baik. Lalu, si karyawan baru merasa diakui dan tinggi hati, menurutnya mereka sama dengan para karyawan senior, sehingga tidak menghormati yang lebih tua. Bagi si pemimpin sendiri, mungkin akan sulit menghadapi tanggapan-tanggapan yang muncul dari karyawan-karyawannya, mulai dari kualitas kerja si pemimpin dan kewibawaan si pemimpin yang tak dapat bersikap adil terhadap karyawan-karyawannya, belum lagi kinerja para karyawan yang mungkin menjadi menurun, akibat emosi-emosi negatif yang mempengaruhi.
            Ada baiknya bagi para karyawan baru untuk bersikap biasa, dan menghormati atasan, jangan hanya karena skill yang dimiliki kita menjadi tinggi hati dan tidak mau melewati proses, hanya ingin praktis-praktis saja. Karena sesuatu itu bukan dilihat dari hasilnya saja, tapi juga prosesnya.
            Begitupun dengan para karyawan senior. Sebutan karyawan senior, mungkin sudah menggambarkan sosok yang dewasa. Dalam hal semacam ini, sifat dewasa yang berjiwa besar dan terbuka, juga mau belajar harusnya mengendap dalam diri kita. Seseorang dipanggil karena kualitas kerjanya yang baik, seharusnya hal ini menjadi sebuah motivasi bagi para karyawan senior untuk bekerja lebih baik lagi.
            Sama pula dengan si pemimpin. Sebagai seorang pemimpin tentu tidak mudah untuk mengambil keputusan, apalagi didesak dengan waktu  yang singkat. Setiap kantor atau organisasi memiliki prosedur masing-masing, baik bagi seorang pemimpin maupun karyawannya. Bukan berarti karena pekerjaan yang bagus dari karyawan baru memebebaskan mereka dari proses-proses yang harus dilewati, yang para karyawan senior telah lewati. Setiap pemimpin menginginkan karyawan-karyawan yang kerjanya baik. Jangan sampai, sebagai pemimpin kita kehilangan rasa menghargai kita terhadap bawahan-bawahan kita dan terhadap aturan maupun prosedur yang sudah dibuatkan.
            Hal diatas hanya sebuah analogi kecil yang sebenarnya ingin saya ungkapkan apa yang sedang terjadi disekitar saya. Sulit memang untuk menyikapi hal yang seperti ini. Tapi kesannya saya begitu mudah berbicara seperti ini. Bukan maksud untuk menggurui atau apa, tapi kita tidak akan pernah tau jika kita tidak mau mencoba, dan mungkin hal ini menjadikan kita untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar kita.

Rabu, 23 Januari 2013

Dilema Sama Cinta?



Dilema sama perasaan itu, rasanya kayak berdiri di tengah keramaian and nothing to do with, gak karuan?! Apalagi kalau urusannya udah soal “cinta” suka dibuat rumit sendiri.
Cinta itu kayak apa sih?
Maybe if I say that I love you? Maybe, hal itu bakal se-simple a first sight? Maybe if you’re all knowing each other? Maybe if you’re all in one heart then we’re live together? Seandainya, we’re gonna make it semudah itu, tapi kenyataan selalu berkata lain.
Seperti apa sih awal ketika seseorang jatuh cinta? Terus, apakah kamu udah siap untuk menyambut cinta itu masuk ke kehidupan kamu? Well, kalau kamu udah mantap ternyata emang bener-bener cinta. Pasti kamu bakal dihadapkan sebuah pilihan. Thats! First, begin from “niat” kamu. Apakah kamu mengharapkan sebuah balasan, atau tulus mencintainya? Konyol ya? But it’s the fact! Yang bakal nerusin, apakah kamu bakal survive atau engga, dan biar kamu bisa milih, apakah kamu mau tetep maju, atau mundur.
Terkadang kamu emang butuh banget saran dari orang lain. So, kamu jadi dapet pengalaman dan pandangan baru tentang apa yang kamu alamin. Tapi engga semuanya bisa terjawab, apalagi soal perasaan. Mau minta pendapat orang tentang “what should you do next?” pasti bakal sedikit “gak sama”. You know? Setiap orang bisa kasih komentar atau saran buat kamu, tapi semua itu balik lagi decision maker itu adalah kita sendiri. Lho kenapa?
Yaaaa... Kayak kamu nilai tulisan aku sama orang lain nilai tulisan aku, pasti cara dan menilainya gak sama. Nah, sama kayak kamu nyuruh orang lain untuk menjadi decision maker buat kamu, pasti gak sama. Kayak kamu melihat dan mengenal sesuatu itu dari hati dan kacamata yang berbeda. Sabar ya! Toh, yang tau gimana yang terbaik buat kita itu, ya Sang Khalik dan diri kita sendiri.
Hmmm... Jadi, yang namanya cinta itu...
Kadang...
Ketika kamu tau harus melakukan apa, cuma kamu ragu, harus bagaimana.
Yang pasti, especially buat saya, cinta itu, harus siap menyambut, dan harus siap pergi. Maybe, kita gak tau, apa dan mana itu yang terbaik buat kita atau engga... Tapi setidaknya mencintai juga cukup buat kita tau, cinta itu seperti apa...


Kamis, 17 Januari 2013

Menghayati Behavioristik



            Hujan-hujan gini gak ada kerjaan, yang awalnya just enjoy the cloudy sky. Kali ini bakal ber-Creative Disturbance, ngerangkup kultweetnya @infopsikologi yang ngebahas sedikitnya tentang Menghayati Behavioristik, berhubung siang ini bakal ada uas Psikologi Kepribadian,  jadi yuk langsung aja check this out!
Kadang, salut banget sama orang-orang behavioris, mereka tipe orang-orang yang percaya action is better than intention atau bukti lebih baik dari pada janji. Gak penting berapa besar skor IQ, yang penting kalau belajar perilakunya pasti berubah. Gak penting ngukur cinta, tapi sibuk nyari respon apa yang dikasih kalau stimulusnya lawan jenis. Bukti dalam aksi lebih penting dari sekedar niat. Gak pusing-pusing mengkaji well being, proses-proses mental, perasaan, emosi, mood, yang penting itu perilaku yang tampak. Bisa dilihat, then it's done!
Apa anggota DPR kita yang secara ukuran mental (lewat psikotes) cocok untuk menjadi wakil rakyat "berperilaku" sesuai mentalnya? Jelas perilaku lah yang menentukan dan mendefinisikan siapa kita. Bukan sekedar jiwa, tapi perilaku nyata. Dan hanya dalam hal bukti nyata perilaku itulah, kita kali ini mengakui dan boleh jadi sepakat dengan behaviorisme. Bisa jadi kita (mungkin juga sebagian warga Indonesia) terlalu humanis, bahkan romantis, terlalu percaya janji-janji manis, intensi-intensi laten psikologis, yang membuat optimis, percaya, dan menyandarkan harapan (psikis) tanpa sempat menuntut bukti nyata (perilaku) yang observable. Lupa atau mungkin kita terlalu sibuk mengevaluasi dan menilai-nilai perilaku orang melalui kognisi, lupa kalau punya afeksi, dan terpenting psikomotor.
Belajar dari behaviorisme itu belajar menapaki realitas, seolah menampar dari mimpi indah bahwa GERAK yang TERLIHAT itu yang penting. Belajar bereaksi, beraksi, terhadap stimulus, dan walaupun stimulusnya kurang kuat, mengkondisi-kan, kondisi juga kurang, ya pake operant. Yang penting apa? gerak!! dan terlihat! NYATA!! Memikirkan makanan tidak membuat kita kenyang (walau bisa mengurangi rasa lapar sedikit).
Terimakasih kepada Pavlov, bukan karena menyamakan manusia dengan anjing, tapi karena mengingatkan kita untuk senantiasia merespon dunia (lingkungan).
Terimakasih juga skinner, walau dari sastra engkau sukses menampar beberapa ahli psikologi yang sibuk dalam "mind" dan menunjukkan "behavior".
Terimakasih juga mister watson, terlepas dari skandal yang menyebabkan anda cepat hilang, tapi pemikiranmu tentang realitas dunia dan perilaku nyata ternyata abadi.
Semoga ter-stimulus untuk meng-conditioning lagi operant-operant berupa tulisan-tulisan atau rangkuman-rangkuman yang dulu rutin dibuat. Terimakasih mimin @infopsikologi dengan penejelasannya yang lebih simple daripada buku yang kadangkala kalimatnya agak rumit dimengerti. Semoga bermanfaat, semangat UASnya!

Selasa, 15 Januari 2013

Buku "Diary of Moon"



Alhamdulillah, buku Diary of Moon sekarang sudah siap terbit! Buku hasil revisi dua buku sebelumnya, jadi buku aslinya cuma ada satu, ya Diary of Moon ini!
Penasaran bukunya menceritakan tentang apa?
Buku ini berisi tentang kisah-kisah inspiratif yang dituangkan dalam bentuk sajak, narasi, puisi, dan tulisan-tulisan kecil yang sangat sederhana. Isinya beberapa pembelajaran kecil tentang kehidupan dari alam semesta dan seluruh isinya. Kisah-kisah dari dimensi yang berbeda, yang tersampaikan oleh getaran-getaran tertentu. Kisah sahabat-sahabat yang sudah mau berbagi, dan hal-hal sederhana yang mungkin bagi kita tidak begitu berarti, tapi ternyata menyisakan bahasa-bahasa yang mungkin bisa menjadi pelajaran untuk kita. Juga kisah kecil tentang sahabat-sahabat indigo, yang dapat dijadikan pelajaran untuk kita semua. Dari semua yang pernah terjadi dalam hidup kita, baik ataupun buruknya, kita bisa belajar dari itu semua, dan kita tahu bahwa kesempurnaan hanya milik Allah semata. Semoga tulisan-tulisan di dalam buku ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Ada juga bocoran setiap Babnya, mulai dari; Perjalanan Semesta, Harmoni Cinta, Kisah Kehidupan, Catatan Kecil Bulan, Bulan dan Sahabat Nila, Tutup Lembaran. Setiap Bab juga punya tulisan yang judulnya berbeda-beda. Semoga tulisan-tulisannya bisa menginspirasi semua ya!

Diary of Moon ini, bisa dibeli (disini)
Atau kontak langsung ke:
E-mail: syifagunara@yahoo.com