Hujan-hujan
gini gak ada kerjaan, yang awalnya just enjoy the cloudy sky. Kali ini bakal ber-Creative
Disturbance, ngerangkup kultweetnya @infopsikologi yang ngebahas sedikitnya
tentang Menghayati Behavioristik, berhubung siang ini bakal ada uas Psikologi
Kepribadian, jadi yuk langsung aja
check this out!
Kadang,
salut banget sama orang-orang behavioris, mereka tipe orang-orang yang percaya action is better than intention atau
bukti lebih baik dari pada janji. Gak penting berapa besar skor IQ, yang
penting kalau belajar perilakunya pasti berubah. Gak penting ngukur cinta, tapi
sibuk nyari respon apa yang dikasih kalau stimulusnya lawan jenis. Bukti dalam
aksi lebih penting dari sekedar niat. Gak pusing-pusing mengkaji well being, proses-proses mental,
perasaan, emosi, mood, yang penting itu perilaku yang tampak. Bisa dilihat, then it's done!
Apa anggota
DPR kita yang secara ukuran mental (lewat psikotes) cocok untuk menjadi wakil
rakyat "berperilaku" sesuai mentalnya? Jelas perilaku lah yang menentukan dan mendefinisikan siapa kita.
Bukan sekedar jiwa, tapi perilaku nyata. Dan hanya dalam hal bukti nyata
perilaku itulah, kita kali ini mengakui dan boleh jadi sepakat dengan
behaviorisme. Bisa jadi kita (mungkin juga sebagian warga Indonesia) terlalu
humanis, bahkan romantis, terlalu percaya janji-janji manis, intensi-intensi
laten psikologis, yang membuat
optimis, percaya, dan menyandarkan harapan (psikis) tanpa sempat menuntut bukti
nyata (perilaku) yang observable. Lupa atau mungkin kita terlalu sibuk
mengevaluasi dan menilai-nilai perilaku orang melalui kognisi, lupa kalau punya
afeksi, dan terpenting psikomotor.
Belajar dari behaviorisme itu belajar menapaki realitas,
seolah menampar dari mimpi indah bahwa GERAK yang TERLIHAT itu yang penting. Belajar
bereaksi, beraksi, terhadap stimulus, dan walaupun stimulusnya kurang kuat,
mengkondisi-kan, kondisi juga kurang, ya pake operant. Yang penting apa?
gerak!! dan terlihat! NYATA!! Memikirkan makanan tidak membuat kita kenyang
(walau bisa mengurangi rasa lapar sedikit).
Terimakasih kepada Pavlov, bukan karena menyamakan
manusia dengan anjing, tapi karena mengingatkan kita untuk senantiasia merespon
dunia (lingkungan).
Terimakasih juga skinner, walau dari sastra engkau
sukses menampar beberapa ahli psikologi yang sibuk dalam "mind" dan menunjukkan
"behavior".
Terimakasih juga mister watson, terlepas dari skandal
yang menyebabkan anda cepat hilang, tapi pemikiranmu tentang realitas dunia dan
perilaku nyata ternyata abadi.
Semoga
ter-stimulus untuk meng-conditioning lagi operant-operant berupa tulisan-tulisan
atau rangkuman-rangkuman yang dulu rutin dibuat. Terimakasih mimin @infopsikologi dengan penejelasannya
yang lebih simple daripada buku yang kadangkala kalimatnya agak rumit
dimengerti. Semoga bermanfaat, semangat UASnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Surat Untuk Syf