Kamis, 17 Januari 2013

Menghayati Behavioristik



            Hujan-hujan gini gak ada kerjaan, yang awalnya just enjoy the cloudy sky. Kali ini bakal ber-Creative Disturbance, ngerangkup kultweetnya @infopsikologi yang ngebahas sedikitnya tentang Menghayati Behavioristik, berhubung siang ini bakal ada uas Psikologi Kepribadian,  jadi yuk langsung aja check this out!
Kadang, salut banget sama orang-orang behavioris, mereka tipe orang-orang yang percaya action is better than intention atau bukti lebih baik dari pada janji. Gak penting berapa besar skor IQ, yang penting kalau belajar perilakunya pasti berubah. Gak penting ngukur cinta, tapi sibuk nyari respon apa yang dikasih kalau stimulusnya lawan jenis. Bukti dalam aksi lebih penting dari sekedar niat. Gak pusing-pusing mengkaji well being, proses-proses mental, perasaan, emosi, mood, yang penting itu perilaku yang tampak. Bisa dilihat, then it's done!
Apa anggota DPR kita yang secara ukuran mental (lewat psikotes) cocok untuk menjadi wakil rakyat "berperilaku" sesuai mentalnya? Jelas perilaku lah yang menentukan dan mendefinisikan siapa kita. Bukan sekedar jiwa, tapi perilaku nyata. Dan hanya dalam hal bukti nyata perilaku itulah, kita kali ini mengakui dan boleh jadi sepakat dengan behaviorisme. Bisa jadi kita (mungkin juga sebagian warga Indonesia) terlalu humanis, bahkan romantis, terlalu percaya janji-janji manis, intensi-intensi laten psikologis, yang membuat optimis, percaya, dan menyandarkan harapan (psikis) tanpa sempat menuntut bukti nyata (perilaku) yang observable. Lupa atau mungkin kita terlalu sibuk mengevaluasi dan menilai-nilai perilaku orang melalui kognisi, lupa kalau punya afeksi, dan terpenting psikomotor.
Belajar dari behaviorisme itu belajar menapaki realitas, seolah menampar dari mimpi indah bahwa GERAK yang TERLIHAT itu yang penting. Belajar bereaksi, beraksi, terhadap stimulus, dan walaupun stimulusnya kurang kuat, mengkondisi-kan, kondisi juga kurang, ya pake operant. Yang penting apa? gerak!! dan terlihat! NYATA!! Memikirkan makanan tidak membuat kita kenyang (walau bisa mengurangi rasa lapar sedikit).
Terimakasih kepada Pavlov, bukan karena menyamakan manusia dengan anjing, tapi karena mengingatkan kita untuk senantiasia merespon dunia (lingkungan).
Terimakasih juga skinner, walau dari sastra engkau sukses menampar beberapa ahli psikologi yang sibuk dalam "mind" dan menunjukkan "behavior".
Terimakasih juga mister watson, terlepas dari skandal yang menyebabkan anda cepat hilang, tapi pemikiranmu tentang realitas dunia dan perilaku nyata ternyata abadi.
Semoga ter-stimulus untuk meng-conditioning lagi operant-operant berupa tulisan-tulisan atau rangkuman-rangkuman yang dulu rutin dibuat. Terimakasih mimin @infopsikologi dengan penejelasannya yang lebih simple daripada buku yang kadangkala kalimatnya agak rumit dimengerti. Semoga bermanfaat, semangat UASnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat Untuk Syf