Rabu, 11 Januari 2012

DraWings Part I: My Last Memory

“Aku bukan seorang malaikat yang dapat melindungimu, Aku bukan Kehangatan yang dapat menyelimutimu, Aku bukan seorang teman yang dapat memahamimu, Aku tak berwana, bahkan tak nyata. Aku hanya seorang gadis kecil, gambar masa lalumu, yang selalu kamu gambar di tengah kesepianmu”.


 


“Tidaaaak !” Teriakku terbangun dari tidurku.

Syukurlah aku hanya bermimpi. Mimpi apa itu, seperti sebuah bisikan, apapun itu aku yakin itu hanya mimpi, itu hanya karena aku lelah saja. Aku menoleh ke arah jendela yang mulai terang oleh sinar matahari. Akupun bergegas mempersiapkan diri untuk pergi kuliah. Aku kuliah di Phoenixy University, jurusan Psikologi.

Sesampainya di kampus aku segera memasuki ruangan kelas, hanya ada seorang gadis, entah siapa sepertinya aku baru melihatnya, mungkin pindahan atau kelas sebelah, aku tidak peduli. Tidak begitu lama saat aku membuka buku dan beranjak menuju ke halaman kampus, gadis itu menghilang. Aneh, entah itu hanya perasaanku, atau karena aku teralu lelah, entahlah.

Akupun duduk dibangku halaman kampus yang dekat dari kelasku. Sambil menunggu jam kuliah aku selalu menghabiskan waktu untuk membaca atau menggambar untuk melepas penatku menunggu.

“Jadi kau ketua kelas yang bernama Cosmo itu ?”. Sapa seorang gadis yang bertanya dengan menghadapkan wajahnya tepat dihadapan wajah Cosmo yang terhalang oleh buku.
“Eh? Siapa kau?!”. Ujar Cosmo sedikit tersentak karena terkejut.
“Maaf, Maaf, hehehe aku tidak bermaksud membuatmu terkejut”. Senyum gadis itu sambil duduk disebelah Cosmo.
“Apa maumu?”. Cosmo kembali membuka bukunya dan sedikit bergeser menjauh dari gadis itu.
“Tidak ada. Aku hanya ingin menjadi temanmu. Hmm, boleh kan”. Gadis itu tersenyum.
“...” Cosmo pergi beranjak menuju kelas.
“Adakah yang salah dengan diriku?”. Gadis itu menunduk diam.

Jam mata kuliah psikologi umum dimulai. Ternyata gadis itu memperkenalkan diri, dia seorang mahasiswa pindahan ...

“Namaku Chatta, aku pindahan dari Universitas Nusantara. Senang berteman dengan kalian” Gadis itu setengah berbungkuk, dan segera duduk, tepat disebelah Cosmo.
“...”

Jam kuliah pun selesai. Aku pergi menuju laboratorium fakultas Biologi untuk melihat temanku, namanya Clover, Clover Aldora. Sudah dua tahun ini kami berteman, meskipun Clover adalah sosok yang dingin, tapi kepeduliannya membuat ku hangat berteman dengannya. Akupun menunggu di balkon dekat laboratorium.

“Cosmo”. Sapa Chatta sambil tersenyum berdiri dihadapannya.
“Apa lagi?”. Balas Cosmo dengan dingin.
“Hm ... Ini, aku membuatkannya untukmu”. Dengan sedikit membungkuk memberikan selembar kertas dengan kedua tangannya.
“Apa ini?”. Tanya Cosmo agak heran.
“Buka saja, ku dengar kau sangat suka menggambar. Aku ingin minta pendapatmu, apakah gambarku ini bagus?”. Tanya Chatta.
“Dari mana kamu mengetahui semua ini? Sebenarnya apa maumu?”. Cosmo mengembalikan gambar Chatta.
“Aku ... Aku hanya ingin berteman”. Chatta menunduk.
“Bisakah kau bersikap biasa saja. Ini sangat menggangguku”. Cetus Cosmo agak kesal.
“Uh?? Aku ... Aku hanya ... Maaf”. Berlari meninggalkan Cosmo.

Entah mengapa aku merasa gadis itu sangat aneh. Tiba-tiba saja masuk dalam kehidupanku, ah, tidak! Hmm, apa mungkin akan begitu sikap seseorang, jika saat seseorang sangat mengagumi seseorang lainnya?. Ah mengapa aku memikirkan hal tidak penting ini.

Selesai kelas Clover di laboratorium. Clover keluar ruangan dengan senyum dinginnya kepada Cosmo, diapun segera duduk disamping Cosmo dengan nafas terengah-engah.

“Sepertinya melelahkan sekali ya?”. Ucap Cosmo sambil tersenyum pada Clover.
“Ya begitulah, huff membosankan!”. Clover membalas senyum Cosmo.
“Bagaimana kalau kita menghabiskan waktu akhir pekan ini dengan berjalan-jalan. Aku yakin tidak akan membosankan”. Tegas Cosmo.
“Akhir pekan? Apa ini sebuah kencan?”. Clover menoleh dengan mimik penasaran.
“Eh, maksudku ...”. Cosmo tak sempat melanjutkan ucapannya.
“Tidak, aku hanya bercanda, hahahaha”. Tawa Clover puas karena membuat Cosmo bingung.
“...”. Cosmo hanya tersenyum melihat Clover tertawa.
“Hahahaha, eh ya, aku harus pergi, ada yang harus aku kerjakan, sampai jumpa”. Cloverpun pergi meninggalkan Cosmo.
“...”. Cosmo hanya mengangguk, mengartikan bahwa ia tahu bahwa Clover setuju dengan acara akhir pekan itu.

Tak lama Clover melangkah menuju tempat parkir mobilnya, berpapasan dengan Chatta. Mereka berdua menunduk, waktu sempat terhenti, jeda, seperti ada angin yang berhembus begitu dingin saat mereka berpapasan. Mereka terdiam sejenak, namun akhirnya kembali melangkah.

Cosmo selalu menghabiskan waktu luangnya dengan membaca atau menggambar dibawah pohon, bukit taman bunga, sambil melihat indahnya matahari terbit, bahkan terbenam. Kali ini Cosmo memutuskan untuk istirahat sejenak, lalu ia akan meneruskan gambarnya yang belum usai.

Sambil bersandar, Cosmopun mulai menggores kertas gambarnya dengan pensil.

“Huaaah. Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Hmm gambar yang bagus Cosmo”. Senyum Chatta yang mengintip dari atas pohon.
“Hah! Sejak kapan kau ada disitu? Apa kau mengikutiku?!”. Bentak Cosmo.
“Eh, tenanglah. Aku memang dari siang tidur di atas sini. Kau saja yang tiba-tiba datang, lalu mengejutkanku dengan suara goresan gambarmu itu, wlee”. Chatta tersenyum puas sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
“Suara?”. Ucap Cosmo agak heran.
“Eh, maksudku, ya aku terkejut, tiba-tiba saja kau ada dibawah situ”. Cetus Chatta agak ragu.
“Oh”. Cosmo melanjutkan gambarnya.
“Hmm... Benarkan apa kataku, gambarmu pasti bagus”. Chatta tersenyum.
“...”. Cosmo tak merespon. Dia sangat serius dengan gambarnya.
“Cosmo, apa sebelumnya kau pernah menggambar seseorang?”. Tanya Chatta.
“...”. Cosmo hanya menoleh, menatap Chatta penuh dengan kecurigaan dan kekesalan.
“Eh? Kenapa melihatku seperti itu? Aku hanya bertanya, tidak salah kan?”. Chatta cemberut dan menunduk.
“Apakah semua ini ada hubungannya dengan mu?! Bisakah kau diam walau hanya sebentar saja”. Bentak Cosmo.
“Maaf, aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu”. Ucap Chatta.
“...”. Cosmo hanya terdiam.
“Bagaimana dengan seorang gadis? Apa pernah kau menggambarnya?”. Tanya Chatta sambil tersenyum kembali.
“...”.
“Atau... gambar seorang teman? Apa pernah?”. Tanya, Chatta kembali.
“Diamlah !!!”. Bentak Cosmo membanting Gambarnya.
“...”

Suasana hening sejenak, Cosmo menunduk menahan kesal. Chatta hanya terpaku dengan mata berkaca-kaca, karena dibentak oleh Cosmo. Tidak ada yang memulai penbicaraan, semuanya hanya diam.

Angin ini berhembus, aku tahu. Dingin ini menyelimuti perasaanku, aku tahu. Kebencian ini terpendam dalam hatiku. Aku tahu. Kenapa?!!! Aku tidak ingin mengingat masa lalu itu!!! Gambar-gambar itu!!! Kenapa?!!! Arghhhh ?!!!

“Kenapa?!!!, Mereka telah membakar semua gambarku!!! Mereka bilang aku gila!!! Semua gambarku!!!”. Teriak Cosmo sambil menangis.
“Cosmo ...”. Chatta mencoba turun dari pohon untuk menenangkan Cosmo.
“Adakah salah jika kita memiliki seorang teman? Teman imajinasi? Tapi... gadis itu teralu nyata bagiku! Dan aku sangat yakin itu adalah dia”. Cosmo hanya tertunduk.
“Cosmo ... Bisa bantu aku turun”. Chatta mencoba mencari pijakan dikakinya.
“Mereka tidak mengerti apa yang aku rasakan dan aku alami sebenarnya”. Cosmo tetap menunduk.
“Cosmo !!! Bantu aku turun !!!”. Chatta merengek.
“Tidak berguna”. Cosmo tetap menunduk.
“COSMO !!! AAAAAH”.

Chatta terjatuh, namun Cosmo yang melihatnya segera menahannya. Akhirnya Chatta jatuh memeluk Cosmo sementara Cosmo yang menahan Chatta, kepalanya membentur batu dan pingsan.

“Cosmo ?!! Cosmo bangun?!! Huaaaa maafkan aku Cosmo”. Chatta mencubit-cubit pipi Cosmo, mencoba menyadarkannya.

Beberapa saat kemudian ...

Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Pernahkah kau melihat dunia yang seperti ini, penuh dengan pelangi harapan dan angan-angan yang terbebaskan? Terkadang semua tidak seperti apa yang kamu lihat, disitu keyakinanmu berperan. Aku selalu ada bersamamu Cosmo. Aku selalu bersamamu Cosmo.

“Perasaan apa ini? Sudah lama tidak ku rasakan? Begitu hangat”. Ucap Cosmo dalam hati yang melihat sebuah butir cahaya dimimpinya.

Perlahan Cosmo membuka mata, melihat tangannya yang berada digenggaman Chatta yang tertidur. Cosmo terdiam, angin berhembus bersama dengan keindahan langit senja. Entah perasaan yang berkecamuk dalam hatinya membuatnya resah, dan melepaskan genggamannya dari Chatta, Chattapun terbangun.

“Cosmo? Ah syukurlah kamu sudah sadar, maafkan aku Cosmo, aku tidak bermaksud ..”
“Aku harus pergi”. Cosmo membereskan peralatan gambarnya dan bergegas pulang.
“Cosmo, tunggu !!!”. Chatta mengikutinya.
“...”. Cosmo hanya terdiam.
“Cosmo ...”. Chatta memeluk Cosmo dari belakang.
“...”. Cosmo diam terpaku. Sekeliling terasa sunyi, hanya angin yang menghembuskan kehangatan yang menyelimuti mereka.

“Terimakasih Cosmo”. Ucap Chatta Lembut.
“...”. Cosmo tak menjawab.
“Aku ingin selalu bersamamu Cosmo”. Lanjut Chatta.
“Chatta?”. Cosmo bertanya.
“Ya Cosmo?”. Chatta menjawab.
“Bisakah kau melepaskan tanganmu ini?”. Ucap Cosmo lembut.
“Haaaa?! Eh Ehehehe maaf Cosmo”. Chatta terkejut segera melepaskan pelukannya.
“Lain kali hati-hati ya. Aku harus pergi dulu”. Ujar Cosmo menepuk poni Chatta, dan pergi.
“...”. Chatta diam terkejut.
“Ah? Tadi itu apa?”. Chatta yang tidak percaya akan hal tadi, hanya tersenyum tak bergerak.

Keesokan harinya di balkon kampus ...

Sebuah tangan mengulurkan sebatang cokelat tepat dihadapan wajah Cosmo, Cosmo pun menoleh ternyata itu Clover yang tersenyum padanya.

“Terimakasih”. Ucap Cosmo tersenyum.
“Sama-sama”. Balas Clover, yang kemudian membuka bukunya.
“Akhir-akhir ini aku merasa aneh”. Ujar Cosmo sambil membuka bungkus coklatnya.
“Kenapa?”. Tanya Clover.
“Aku selalu bermimpi, seperti ada bisikan dari seorang gadis. Aku tak paham apa maksud semua itu, mimpinya terus berulang”. Cosmo membagi cokelatnya.
“Tidak, terimakasih. Hmm, mungkin kamu teralu lelah, istirahat saja yang cukup”. Balas Clover yang sedang serius membaca.
“Ini berbeda, aku merasa ini begitu nyata. Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan...”. Kata-kata Cosmo terpotong oleh ucapan Clover.
“Saat itu adalah tempat aku merenung”. Balas Clover sambil memperbaiki posisi kacamatanya.
“Clover? Itu dia!”. Cosmo terkejut, dan segera menoleh kearah Clover yang sedang serius membaca.
“Eh?”. Clover menoleh.
“Darimana kamu tahu kata-kata itu Clover?”. Tanya Cosmo penasaran.
“Kalau tidak salah, aku melihatnya di belakang lembar gambaranmu”. Clover menjawab agak heran.
“Gambar? Gambar yang mana?!”. Tanya Cosmo.
“Ikut aku!”. Clover menarik tanganku.
“Kemana?”. Tanyaku agak heran.
“Diam, ikuti saja”. Tegas Clover.

Mereka menuju sebuah galeri. Ruangan ini adalah tempat penyimpanan arsip karya ilmiah mahasiswa-mahasiswa Universitas Phoenix. Clover memeriksa arsip fakultas psikologi, kelas A, Cosmo Hizuka. Terselip sebuah gambar yang terlihat begitu nyata, gambar seorang gadis kecil yang mengulurkan tangan kepada seorang anak laki-laki.

“Lihat, kupikir ini adalah kamu benarkah?”. Clover menunjuk gambar anak laki-laki itu.
“Gambar ini, 2 tahun yang lalu? Ini gambaranku”. Cosmo mencoba mengingat sesuatu.
“Gambar yang cantik, aku yakin dia adalah seseorang yang sangat spesial bagimu”. Clover tersenyum sambil merapikan arsip lainnya.
“Hmm, gambar yang menyakitkan”. Cosmo menjawab.
“Menyakitkan?”. Clover menoleh kearah Cosmo.
“Gadis ini membawa keindahan dalam hidupku sekaligus keterpurukan terhadap hidupku”. Cosmo terdiam memandang gambarnya.
“Seperti apa?”. Tanya Clover sambil tetap merapikan arsip-arsip lainnya.
“Dulu dia adalah malaikat bagiku, selalu menemani kesepianku. Dia membawaku ke dunia yang indah, penuh dengan  imajinasi, begitu indah, semua gambar itu hidup disana”. Clover yang tampak tertarik dengan ceritanya duduk mendekati Cosmo.
“Maksudmu benar-benar hidup?”. Tanya Clover dengan wajah ragu.
“Ya, mereka sangat nyata, beigtu pula dengan gadis ini. Kehidupanku yang dulu  selalu dikucilkan oleh orang-orang, menjadi berwarna, karena aku tahu, masih ada yang mau berteman denganku. Huff, karena hal aneh itu orang-orang disekelilingku semakin menjauhiku, mengucilkanku, termasuk orangtuaku yang sempat memanggil psikiater untuk menyembuhkanku. Aku tidak sakit, aku benar-benar yakin gadis itu hidup, dan dunia imajinasi itu ada, aku membawa orangtuaku keruanganku yang penuh dengan gambar-gambar. Tadinya pikirku aku akan memperkenalkan temanku itu dan membawa mereka ketempat indah itu. Namun ternyata, tak ada, tak ada apapun disana, aku mencoba memanggil gadis itu, tak muncul juga, aku sungguh malu. Mereka membakar semua gambaran-gambaranku. Dari sejak itu aku putuskan tidak ingin lagi mengingatnya dan melupakan pengalaman pahit itu. Entah, mungkin memang hanya imajinasiku saja” Cosmo bercerita.
“Tenanglah, ambil positifnya saja. Kamu selalu menghasilkan karya yang indah”. Clover mengusap-usap bahu Cosmo.
“...”. Cosmo hanya tersenyum.
“Hei, kamu kan mempelajari kejadian-kejadian psikis manusia, ada kaitannya dengan hal ini”. Tanya Clover.
“Sudah, entahlah, aku belum menemukannya”. Cosmo menggelengkan kepalanya.
“Hei, lihat tulisannya!”. Clover menunjuk gambar itu.
“Oh, iya, tujuannya kan tulisan itu”. Cosmo membalikkan gambarnya, ternyata benar tertulis; Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Cosmo mencoba mengingat sesuatu.

“Gadis itu?!." Terlintas bayangan-bayangan masalalu akan tulisan itu, itu adalah sandi persahabatan Cosmo kecil dengan teman imajinasinya. Terlintas bayang-bayang seorang gadis, dan bayang-bayang kemarin sore “Jadi kau ketua kelas yang bernama Cosmo itu ?” | “Tidak ada. Aku hanya ingin menjadi temanmu. Hmm, boleh kan”. | “Huaaah. Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Hmm gambar yang bagus Cosmo”. | “Bagaimana dengan seorang gadis? Apa pernah kau menggambarnya?”. | “Cosmo !!! Bantu aku turun !!!”. | “COSMO !!! AAAAAH”. | “Terimakasih Cosmo”. “Aku ingin selalu bersamamu Cosmo”. Gadis itu !? Mimpi itu ?! Saat kupu-kupu tertidur, saat matahari memanggil bulan, saat itu adalah tempat aku merenung. Pernahkah kau melihat dunia yang seperti ini, penuh dengan pelangi harapan dan angan-angan yang terbebaskan? Terkadang semua tidak seperti apa yang kamu lihat, disitu keyakinanmu berperan. Aku selalu ada bersamamu Cosmo. Aku selalu bersamamu Cosmo. Gadis itu !!? Chatta? Adakah hubungannya dengan anak itu?! Ya aku harus menemukan Gadis itu !!?”. Resah Cosmo dalam hati.

Cosmo meninggalkan ruangan dengan membawa arsip miliknya itu, dengan lari yang tergesa-gesa mencari Chatta di setiap ruangan Universitas ...

To Be Continue ...

3 komentar:

Surat Untuk Syf