Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.
Selama ini, ilmu laduni dikenal oleh masyarakat awam
seabagai suatu ilmu “sakti” yang datangnya tidak terduga. Ilmu ini bisa
dimiliki siapa saja. Dan, orang yang memilikinya akan mengetahui semua hal
berupa pengetahuan, meskipun ia belum pernah melihat, mempelajari, atau
membacanya.
Lalu mereka bertemu dengan seorang
hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari
sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS. Al –
Kahfi: 65)
“min ladunna ilman” yang artinya “ilmu
yang berasal dari sisi kami (Allah)”, yaitu ilmu yang langsung berasal dari
Allah SWT berupa ilham atau wahyu. Menurut para musafir, hamba Allah disini
(dalam ayat tersebut) adalah Nabi khidir, dan yang dimaksud dengan rahmat ialah
wahyu dan kenabian. Sedangkan yang dimaksud ilmu adalah ilmu yang gaib,
sebagaimana yang tercantum dalam ayat:
“Musa
berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?"
Dia
menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama
aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Musa berkata: "Insya
Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusanpun." Musa berkata: "Insya Allah kamu
akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu
dalam sesuatu urusanpun." Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah
kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu." Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala
keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa
kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?"
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr)
berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak akan sabar bersama dengan aku." Musa berkata: "Janganlah kamu
menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu
kesulitan dalam urusanku." Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala
keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata:
"Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang
lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar." Khidhr
berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak
akan dapat sabar bersamaku?" Musa berkata: "Jika aku bertanya
kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan
aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku." Maka
keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu
tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu
dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa
berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu." Khidhr
berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan
kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak muda
itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan
mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami
menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang
lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada
ibu bapaknya). Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di
kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka
sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat
dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.
Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya." (QS. Al – Kahfi: 66-82)
Ilmu ladui adalah ilmu mukasyafah
(mampu melihat dengan pandangan batinnya) yang berasal dari ilham maupun dari
wahyu. Dari kisah tersebut, sekali lagi, dapat disimpukan bahwa ilmu laduni
adalah ilmu mukasyafah ( mampu melihat dengan pandangan batinnya) yang berasa
dari ilham maupun dari wahyu.
Sedangkah, dalam ensiklopedia islam,
juga dijelaskan bahwa ilmu laduni adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang
yang shalih dari Allah SWT melalui ilham dan tanpa dipelajari lebih dahulu
melalui suatu jenjang pendidikan tertentu. Oleh sebab itu, ilmu tersebut bukan
hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan
karunia Allah SWT. Dengan demikian, ilmu mukasyafah atau ilmu laduni ini
bukanlah hasil mempelajari hasil mempelajari suatu ilmu pengetahuan, tetapi
merupakan ilham yang diletakkan kedalam jiwa (Hati) orang mukmin yang hatinya
bersih. Jika hal ini terjadi kepada kita, maka kita diberi pengetahuan untuk
menangkap suatu kejadian yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi. Sebab, hati yang bersih dapat
melakukan komunikasi kepada sumber ilmu, yaitu Allah Yang Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Didalam tasawuf, ada tiga jenis alat
komunikasi hati (ruhaniah), yakni kalbu
(hati nurani) untuk mengetahui sifat-sifat Allah, ruh untuk mencintai-Nya, dan bagian yang paling dalam adalah sirr (rahasia) untuk musyabadah (menyaksikan
keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT, secara yakin kepada-Nya. Meski
dianggap memiliki hubungan misterius
dengan jantung secara jasmani, namun kalbu bukanlah daging atau darah,
melainkan suatu benda halus yang mempunyai potensi untuk mengetahui
esensi segala sesuatu. Lapisan dalam lagi dinamakan sirr, semua itu seacar umu disebut hati.
Apabila ketiga organ tersebut telah disucikan sesuci-sucinya
dan telah dikosongnkan dari segala hal yang buruk, lalu diisi dengan dzikir
yang mendalam, makan hati itu akan dapat engetahui Allah. Itulah orang yang
memiliki ilmu laduni. Allah SWT akan melimpahkan nur keilahian-Nya kepada hati
yang suci ini.
Hati seperti ini diumpamakan oleh kaum sufi dengan
sebuah cermin. Apabila cermin tadi telah dibersihkan dari debu dan noda-noda
yang mengotorinya, niscaya ia akan mengkilat, bersih, dan bening. Pada saat
itu, cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar apa saja yang ada
dihadapannya dengan baik.
Demikian hanya dengan hati manusia. Apabila telah
bersih, ia akan dapat memantulkan segala sesuatu (pengetahuan) yang datang dari
Allah. Pengetahuan seperti itu disebut makrifat musyahadah atau imu laduni.
Seakin tinggi makrifat seseorang, makan semakin banyak pua ia mengetahui
rahasia-rahasia Allah, dan ia pun semakin dekat dengan-Nya. Dalam pengertian
umum, ilmu laduni ini terbagi menjadi dua bagian, yakni ilmu wahbiy dan ilmu kasbiy.
·
Ilmu
wahbiy, adalah ilmu yang diperoleh tanpa proses belajar. Ilmu
wahbiy ini terbagi menjadi dua acam yaitu, ilmu syariat (adalah ilmu tentang
perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para nabi dan rasul
melalui jalan wahyu, baik yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan
perantaraan Malaikat Jibril) dan ilmu makrifat (adalah ilmu tentang sesuatu
yang gaib melalui jalan kasyf (wahyu
ilham/terbukanya tabir gaib) atau ru’ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah
kepada hamba-hambanya yang mukmin dan shaih. Jika ditinjau dari segi bahasa,
makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu,
irfan, makrifat, yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Makrifat adalah
pengetahuan yang objeknya bukan kepada hal-hal yang bersifat zhahir, tapi lebih
mendalam batinnya dengan mengetahui rahasia-Nya.
“Makrifat adalah cermin. Kalau seorang yang
arif melihat ke cermin, maka yang dilihatnya hanyalah Allah SWT.” – Orang-orang
sufi.
·
Ilmu kasbiy adalah ilmu yang diperoleh
melalui proses belajar atau berusaha. Ilmu ini adalah ilmu Allah yang diberikan
kepada semua mahlukNya melalui jalan kasb (usaha) seperti dari hasil membaca,
menulis, mendengar, meneliti, berpikir, sekolah, dan lain sebagainya. Di dalam
Al-Qur’an, ayat-ayat yang menjelaskan tentang ilmu kasbiy ini lebih banyak
daripada ayat yang menjelaskan tentang ilmu laduni atau ilmu wahbiy. Untuk itu
manusia diwajibkan untuk berusaha dalam memperoleh pengetahuan. Kita ketahui
bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan
bodoh, tidak mengerti apa-apa. Seorang filusuf inggris, John ocke, menyebutnya
sebagai tabularasa, yaitu kertas
kosong yang beum terisi apa-apa. Lalu, Allah mengajarkan kepadanya berbagai
macam nama dan pengetahuan agar ia bersyukur dan mengabdikan dirinya kepada
Allah dengan penuh kesadaran dan pengertian. Mengenai hal ini Allah SWT
berfirman:
“Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
(QS: an – Nahl: 78)
Pada hakikatnya, semua ilmu makhluk
adalah ilmu laduni. Artinya, ilmu yang berasal dari Allah SWT. Para
malaikat-Nya pun berkata:
“"Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Al-Baqarah: 32)
Demikian sekilas
bayangan tentang ILMU LADUNI. Tidak ada maksud lain bagi saya, hanya sekedar
berbagi, semoga dari sini kita dapat megnambil pelajaran, bahwa belajar itu
adalah sesuatu yang diharuskan, karena dengan belajar kita akan mencoba meahai
dan mengerti, juga mengambil setiap baik-buruknya daris setiap proses dan hasil
yang membangun. Tetap semangat, terus berkarya, dan berbagi. - Bulan Kecil
Sourced: Aktivasi Ilmu Laduni, Sosok Nabi Khidir yang Misterius
waktu kecil saya selalu mendengar orang ingin memiliki ilmu laduni,,,
BalasHapusbaru sekarang lagi ada yang membahas ilmu ini..
Nice info
#blogwalking sore
Terimakasih :)
BalasHapusIya, banyak yang ingin memilikinya, entah untuk apa heheheh
Woooww,,, berat itu ilmunya. sebelum bs ikhlas,
BalasHapusIya, heuheuhe kadang heran kenapa banyak yang nyari, entah untuk apa juga, wallahualam, yang penting semua ilmu yang kita miliki bisa teramalkan :)
BalasHapusInfo yang menarik
BalasHapus