Manusia indonesia ?
Banyak sekali hal-hal yang tersirat dalam benak kita bila mendengar dua kata tersebut. Tidak banyak yang akan diuraikan bahasan mengenai “Manusia Indonesia”. Masyarakat Indonesia mengalami perkembangan, tentunya pula melewati berbagai macam pengaruh baik atapun buruk. Mungkin saat kini manusia Indonesia mengalami banyak tekanan dari pengaruh-pengaruh budaya lain atau moderenisasi yang sekarang-sekarang ini tak bisa kita lepaskan lagi.
Beberapa tinjauan mengenai manusia indonesia saat ini, manusia Indonesia yang berpura-pura, pandai bersandiwara, munafik. Para penguasa yang mengahapus kemanusiaannya, memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau semacamnya. Akibatnya sikap-sikap ini tertanam sudah lama dan menyebar ke masyarakat Indonesia lainnya.
Selain itu manusia Indonesia masa kini enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, keputusan, kelakuan, dan lain-lain. Layaknya atasan yang meminta bawahan dan bawahan yang mengandalkan atasan. Tidak ada inisiatif tersendiri, lari dari tanggung jawab juga salah satu ciri masyarakat indonesia saat ini. Adapun yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia ini masih dipengaruhi oleh tradisi, atau masih percaya takhayul, menggunakan mantera, membuat simbol, animisme, dinamisme, dll.
Memang tidak sesederhana itu untuk menyikapi semua perubahan maupun pengaruh yang saat ini membelenggu di masyarakat Indonesia. Pada dasarnya masyarakat kita sangat mudah terpengaruh, dari mulai teknologi, popularitas, maupun budaya, dengan mudahnya kita meniru budaya-budaya luar yang masuk tanpa memfilternya terlebih dahulu.
Banyak orang yang meninggalkan dan mengepinggirkan adat dan budaya indonesia yang dulu sangat berkarakter di masyarakatnya. Banyak anggapan bahwa budaya kita kuno, dan beralih kepada hal-hal yang lebih modern. Mulai dari teknologi, popularitas, kekuasaan, gaya berpakaian, musik, dan sikap masyarakat. Memang kita tidak dapat menghindari modernisasi ini. Namun ada baiknya jika kita tetap menjaga nilai-nilai budaya bangsa kita. Tidak hanya sebatas mengejar materialisme dan kekuasaan saja. Agama hanya sebatas ritual dan tradisi. Tidak ada pengaplikasian nilai-nilai pancasila yang seharusnya menjadi landasan bangsa kita.
Masyarakat menyalahkan para penguasa, para pemimpin, para pemimpin sibuk sendiri. Bukan salah siapa, tapi bagaimana kita berinisiatif dan kesadaran dari masing-masing, maupun kesadaran bersama. Kita belajar dari sejarah. Bukan istilah saling menindas untuk mencapai puncak, tapi kita bersama-sama mencapai harmoni dan kesejahteraan bersama. Kecewa memang ada, tapi harus ada pula rasa ingin bangkit untuk kebaikan bersama. Terbuka, namun tetap menjaga nilai-nilai budaya yang menjadi simbol masyarakat Indonesia kaya akan beragam suku dan budaya.
Seperti filosofis sunda yang berbunyi “Silih Asah, Asih, Asuh” tak banyak kata-kata yang perlu diungkapkan, sekarang kita kembali ke lapangan, dan bagaimana menyatukan perbedaan itu untuk mencapai visi dan misi yang sama.
Salam budaya
Banyak sekali hal-hal yang tersirat dalam benak kita bila mendengar dua kata tersebut. Tidak banyak yang akan diuraikan bahasan mengenai “Manusia Indonesia”. Masyarakat Indonesia mengalami perkembangan, tentunya pula melewati berbagai macam pengaruh baik atapun buruk. Mungkin saat kini manusia Indonesia mengalami banyak tekanan dari pengaruh-pengaruh budaya lain atau moderenisasi yang sekarang-sekarang ini tak bisa kita lepaskan lagi.
Beberapa tinjauan mengenai manusia indonesia saat ini, manusia Indonesia yang berpura-pura, pandai bersandiwara, munafik. Para penguasa yang mengahapus kemanusiaannya, memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau semacamnya. Akibatnya sikap-sikap ini tertanam sudah lama dan menyebar ke masyarakat Indonesia lainnya.
Selain itu manusia Indonesia masa kini enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, keputusan, kelakuan, dan lain-lain. Layaknya atasan yang meminta bawahan dan bawahan yang mengandalkan atasan. Tidak ada inisiatif tersendiri, lari dari tanggung jawab juga salah satu ciri masyarakat indonesia saat ini. Adapun yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia ini masih dipengaruhi oleh tradisi, atau masih percaya takhayul, menggunakan mantera, membuat simbol, animisme, dinamisme, dll.
Memang tidak sesederhana itu untuk menyikapi semua perubahan maupun pengaruh yang saat ini membelenggu di masyarakat Indonesia. Pada dasarnya masyarakat kita sangat mudah terpengaruh, dari mulai teknologi, popularitas, maupun budaya, dengan mudahnya kita meniru budaya-budaya luar yang masuk tanpa memfilternya terlebih dahulu.
Banyak orang yang meninggalkan dan mengepinggirkan adat dan budaya indonesia yang dulu sangat berkarakter di masyarakatnya. Banyak anggapan bahwa budaya kita kuno, dan beralih kepada hal-hal yang lebih modern. Mulai dari teknologi, popularitas, kekuasaan, gaya berpakaian, musik, dan sikap masyarakat. Memang kita tidak dapat menghindari modernisasi ini. Namun ada baiknya jika kita tetap menjaga nilai-nilai budaya bangsa kita. Tidak hanya sebatas mengejar materialisme dan kekuasaan saja. Agama hanya sebatas ritual dan tradisi. Tidak ada pengaplikasian nilai-nilai pancasila yang seharusnya menjadi landasan bangsa kita.
Masyarakat menyalahkan para penguasa, para pemimpin, para pemimpin sibuk sendiri. Bukan salah siapa, tapi bagaimana kita berinisiatif dan kesadaran dari masing-masing, maupun kesadaran bersama. Kita belajar dari sejarah. Bukan istilah saling menindas untuk mencapai puncak, tapi kita bersama-sama mencapai harmoni dan kesejahteraan bersama. Kecewa memang ada, tapi harus ada pula rasa ingin bangkit untuk kebaikan bersama. Terbuka, namun tetap menjaga nilai-nilai budaya yang menjadi simbol masyarakat Indonesia kaya akan beragam suku dan budaya.
Seperti filosofis sunda yang berbunyi “Silih Asah, Asih, Asuh” tak banyak kata-kata yang perlu diungkapkan, sekarang kita kembali ke lapangan, dan bagaimana menyatukan perbedaan itu untuk mencapai visi dan misi yang sama.
Salam budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Surat Untuk Syf