Tampilkan postingan dengan label Ruang Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ruang Politik. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 26 Mei 2012

Konsep Manusia dalam Teologi dan Bagaimana Manusia Indonesia Seutuhnya


“Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang tersusun dari jasad dan ruh. Dalam proses penciptaan manusia, setelah jasad manusia terbentuk dalam rahim ibunya, Allah meniupkan ruh ke dalamnya, dan terjadilah manusia hidup, yang kemudian dikeluarkan dari kandungan ibunya untuk memulai kehidupan di dunia ini”

Manusia sebagai makhluk dualistik yang tersusun dari dua unsur yakni jasad dan ruh. Jasad adalah yang kita tangkap dari panca indera kita dan sifatnya lebih keduniawian, karena sering dihubungkan dengan kehidupan kita di dunia. Sedangkan ruh adalah gaib, kita hanya bisa merasakan dan meyakini keberadaannya, karena panca indera kita tidak mampu menjangkaunya, sifat ruh itu sendiri memiliki sifat ketuhanan atau keakheratan sering dihubungkan dengan kehidupan yang kekal di akherat nanti. Jasad dan ruh tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, jasad tanpa ruh akan menjadi mayat, demikian ruh tanpa jasad tidak bisa menjadi manusia yang utuh. Jasad dan ruh bersatu akan menjadi manusia yang akan menjalani kehidupannya di dunia. Karena itu kita harus menjaga keseimbangan dan memelihara kedua unsur tersebut tadi, untuk mendapatkan harmonisasi dalam menjalani kehidupan ini.

Tujuan manusia sebagai khalifah atau wakil tuhan dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena manusia dianugerahi kemampuan untuk belajar dan memahami di dunia ini harus sadar akan kemampuan karena pertolongan Tuhan. Manusia juga harus menjaga keseimbangannya dengan alam semesta yang meliputi langit, cakrawala, bumi, bulan, bintang, manusia, hewan, dan tumbuhan, semua tunduk sujud pada Sang Pencipta. Manusia hanya bagian kecil dari alam semesta, hal ini bisa dijadikan cerminan bagi kita manusia. Alam semesta yang tunduk sujud pada Sang Pencipta dan dikala langit berkembang, mengapa kita tak juga ikut berkembang? Juga bagi manusia yang berakal kejadian langit dan bumi merupakan pemantapan nilai syukur. Untuk itu, sebagai khalifah di bumi ini kita harus menjaga keseimbangan kita dengan alam semesta dengan menjaga kelestarian alam semesta ini kita juga memanfaatkannya secukupnya tidak berlebihan apalagi sampai membuat kerusakan dimuka bumi ini. Manusia juga harus menjaga keseimbangannya dengan sesamanya. Banyak manusia lupa akan kefitrahannya, sebagai makhluk sosial, kita harus menjaga silaturahmi kita dan tolong menolong dengan sesama.

Maka dari itu manusia harus menjaga keseimbangan hubungannya dengan Tuhan,  manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam semesta.

Sedangkan seperti apa manusia Indonesia yang seutuhnya itu? Manusia yang sehat jasmani dan rohaminya, tidak bisa sehat hanya salah satunya saja, kita juga tau bahwa masalah penyakit fisik juga terjadi karena adanya faktor psikis, jadi kita harus menjaga kesehatan jasmani dan rohani kita secara seimbang. Manusia sebagai mahluk pribadi dan makhluk sosial, yang dapat membatasi hak dan kewajiban diri sendiri dengan orang lain dan membatasi hak-kewajiban diri sendiri dengan Tuhan. Contohnya, hak pribadi kita sendiri untuk merokok ditempat umum, tapi kita tidak boleh lupa pada hak orang lain untuk menghirup udara bersih dan segar. Selain itu manusia Indonesia seutuhnya, manusia yang identik dengan kepribadian nasional Indonesia, manusia yang sudah mengembangkan dirinya sebagai pribadi dengan melaksanakan dorongan-dorongan positif dan menolak dorongan-dorongan negatif untuk mencapai mimpinya.

Manusia pribadi yang harus mengembangkan kemampuan untuk bermasyarakat untuk menjaga keharmonisan dengan sesamanya dan menjaga keseimbangan manusia dengan alam semesta, manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan ini.



Daftar Pustaka:
“Konsep Manusia dalam Berbagai Bidang”
“Tafakur di Galaksi Luhur”

Sabtu, 28 April 2012

Sekolah Tidak Sekolah Kreatif adalah Bagaimana Kita Menyikapinya


Salam hangat Indonesia

Alhamdulillah, hari ini, kemarin, esok, dan seterusnya tidak ada alasan untuk kita tidak berbagi. Akan selalu ada hal menarik dan hal positif yang bisa kita ambil dari setiap harinya, meski ddalam hal yang sangat kecil maupun dalam hal buruk sekalipun, pasti akan selalu ada hikmah yang bisa kita ambil.

Bahasan kali ini sama seperti bahasan-bahasan sebelumnya, mungkin akan sangat membosankan, tapi tidak ada salahnya membacanya kembali untuk menambah wawasan dan membuka motivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Sebelumnya, pasti kita sering bertanya untuk apa sih sekolah ? Untuk apa sih kuliah ? Sebagian besar dari kita menjawab, itu tradisi, untuk belajar, menambah pengalaman, pengembangan diri, supaya pintar, untuk menerima doktrin-doktrin dari guru, untuk mendapatkan ijazah, untuk mendapatkan gelar, supaya masa depannya cerah, supaya mudah mendapat pekerjaan.

Semuanya itu memang ada benarnya. Kita bersekolah untuk belajar, mendapatkan banyak pengalaman, mengembangakan potensi diri kita, sehingga kita bisa menganalisa mana yang benar dan yang salah, kita mendapatkan ijazah, gelar, sehingga memudahkan kita untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih tinggi. Dan pekerjaan yang tinggi inilah yang akan menjamin masa depan yang cerah. Apa semua itu benar ? Belum tentu, karena apa yang kita tanam tidak selalu tumbuh dan menghasilkan buah yang baik. Sama seperti apa yang kita rencanakan belum tentu tepat, untuk itu kita selalu belajar untuk berorientasi kemasa depan dengan menyiapkan banyak perencanaan dan menyiapkan mental dan diri kita agar kuat menghadapi segala macam kegagalan.

Berikut beberapa yang ingin disampaikan dari teman-teman kita:

“Bagiku sekolah itu untuk pengembangan diri, pematangan emosi, pendewasaan, ya intinya untuk merubah pola pikir kita gituseperti misalnya kita dihadapkan pada suatu masalah kalau kita masih SMA pasti kita mikirnya cuma 'masalah harus cepat selesai' kalau kita kuliah kan bisa merubah pola pikir itu 'bagaimana kita menyelesaikan masalah ini tanpa merugikan orang lain dan diri kita sendiri' tapi semua itu kembali ke kitanya gimana kita menyikapinya”

“Sekolah itu untuk mendapatkan pendidikan, kan kalau enggak puny bekal pendidikan kita bis ditipu. Contohnya kita belajar matematika itu juga ilmu dari sekolah kan. Kalau kita enggak pernah sekolah dan enggak bisa ilmu matematika kita kalo jualan di bohongin terus, ya kan ?”

 “Saya sekolah buat apa ya? Kalau bener-bener suruh jawab jujur pusing euy. Tapi yang jelas gara-gara sekolah saya jadi bisa nulis bisa baca dan punya banyak temen !”

Banyak hal positif yang bisa kita dapatkan dari bersekolah, kenyataannya selain dampak positif juga ada dampak negatifnya, mulai dari pergaulan, sistem mendidiknya dan lainnya. Bagaimanapun hal positif atau negatif itu kembali kepada kita yang bersekolah, guru, dan orangtua yang berperan mengawasi perkembangan anak didiknya.

Belajar, semua dibentuk dari sejak kita lahir diberikan asuhan dan di didik oleh orangtua kita. Well, sekarang kembali ke tujuan kita bersekolah. Belajar? sebenarnya kita bisa belajar dimana saja, dirumah juga bisa. Mencari ilmu? Mencari ilmu dimana saja juga bisa, di sawah, di laut, di hutan, bahkan di pasar sekalipun. Untuk mendapatkan pekerjaan? Kenapa tidak langsung bekerja saja? Mulai dari hal yang kecil, seperti membantu membereskan pekerjaan rumah, berkebun, berjualan, atau yang punya hobi bermain musik, bisa menghasilkan uang dengan musik-musiknya, yang suka berkarya lainnya juga. Seperti salah satu contoh yang menciptakan batik Indonesia, berawal dari kecintaannya dalam berkarya, sampai akhirnya dia menjual hasil kain batiknya, sampai sekarang bisa terkenal dan sampai ada yang mencoba meniru karyanya. Karena kecintaannya berkarya dia yakin, optimis, dan kreatif, hingga sekarang dapat sukses dengan karya-karyanya. Atau untuk gelar? Sekarang gelar bisa dibeli, seberapa tinggi gelar seseorang sekarang ini tidak menjamin gelarnya bisa dipertanggungjawabkan.

Ini menjadikan pendidikan yang seharusnya digunakan secara efektif, tapi tidak kenyataannya. Saya menulis ini bukan semata-mata atas rasa penasaran saya dengan pertanyaan untuk apa saya bersekolah, tapi juga mengajak semuanya untuk membuka mata. Terkadang terbesit pikiran untuk malas bersekolah atau menjalani kuliah atas faktor-faktor tertentu. Ketika kita membuka mata, kita melihat, anak-anak yang kurang mampu, bersekolah, melanjutkan sekolahnya, masih tetap semangat belajar dan bekerja keras, susah payah untuk mereka makan saja, apalagi untuk bersekolah, tapi kita lihat beberapa diantara mereka yang masih semangat belajar sendiri, kreatif, dan mau berbagi dengan sesamanya. Ternyata apa yang kita pikirkan ini sungguh sesuatu yang tidak baik. Kita yang masih mampu untuk bersekolah, menuntut ilmu setinggi-tingginya, kalah semangatnya karena hal kecil saja, dengan mereka yang serba kekurangan. Dimana rasa syukur kita atas apa yang selama ini diberikan olehnya. Kekuasaan, harta, jabatan, dan martabat, membutakan semua hal yang begitu murni tapi tak nampak dalam jiwa yang kotor. Keharmonisan, kebersamaan, kehangatan, dan berbagi, yang selama ini kian bersembunyi dibalik gengsi.

Berikut beberapa yang ingin disampaikan dari teman-teman kita:

“Kalau saya enggak bisa nerusin sekolah saya, yang penting saya masih bisa bantu orang tua dan keluarga saya, setidaknya kecil-kecil jadi bukit”

“Kalau saya bisa terus bareng-bareng sama keluarga dan teman-teman saya sih, meskipun keadaan kita kayak gini, yang penting hepi sama-sama”

“Mau orang ngeliatnya kayak gimana juga, belum tentu orang itu bisa jadi kayak saya, saya juga ga bisa kayak mereka”

Sekolah ataupun tidak, selama kita masih bisa melakukan sesuatu yang baik untuk diri kita dan semua orang, lakukanlah. Sesuatu yang dilakukan tidak dilihat dari besar kecilnya hal yang kita lakukan, tapi kesungguhan kita untuk mau melakukannya. Untuk itu, kita bersama-sama, saling berbagi. Apa yang kita dapat dari perjalanan hidup kita ini yang baiknya kita amalkan dan yang buruknya kita jadikan pelajaran.

Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Qs. Al Baqarah: 269)

Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Qs. Al Baqarah: 2)

Karena sesungguhnya menuntut ilmu dan belajar dari setiap pengalaman adalah sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan olehNya.

Kalau boleh jujur saya sendiri yang sangat saya syukuri karena saya bisa bersekolah adalahsaya bisa mengenal mereka, teman-teman saya semuanya, dengan bermacam-macam karakter dan pengalaman, dari situ saya belajar bagaimana memahami sesama, berbagi, dan tersenyum bersama, dan dari proses ini jugalah saya tumbuh menjadi seorang yang dewasa. Bermimpi untuk masa depan ! Terimakasih semuanya !

Salam hangat, bulan kecil.
Mohon kritik & sarannya, terimakasih.

Kamis, 08 Maret 2012

Karakter Masyarakat Indonesia

Manusia indonesia ?


Banyak sekali hal-hal yang tersirat dalam benak kita bila mendengar dua kata tersebut. Tidak banyak yang akan diuraikan bahasan mengenai “Manusia Indonesia”. Masyarakat Indonesia mengalami perkembangan, tentunya pula melewati berbagai macam pengaruh baik atapun buruk. Mungkin saat kini manusia Indonesia mengalami banyak tekanan dari pengaruh-pengaruh budaya lain atau moderenisasi yang sekarang-sekarang ini tak bisa kita lepaskan lagi.


Beberapa tinjauan mengenai manusia indonesia saat ini, manusia Indonesia yang berpura-pura, pandai bersandiwara, munafik. Para penguasa yang mengahapus kemanusiaannya, memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau semacamnya. Akibatnya sikap-sikap ini tertanam sudah lama dan menyebar ke masyarakat Indonesia lainnya.


Selain itu manusia Indonesia masa kini enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, keputusan, kelakuan, dan lain-lain. Layaknya atasan yang meminta bawahan dan bawahan yang mengandalkan atasan. Tidak ada inisiatif tersendiri, lari dari tanggung jawab juga salah satu ciri masyarakat indonesia saat ini. Adapun yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia ini masih dipengaruhi oleh tradisi, atau masih percaya takhayul, menggunakan mantera, membuat simbol, animisme, dinamisme, dll.


Memang tidak sesederhana itu untuk menyikapi semua perubahan maupun pengaruh yang saat ini membelenggu di masyarakat Indonesia. Pada dasarnya masyarakat kita sangat mudah terpengaruh, dari mulai teknologi, popularitas, maupun budaya, dengan mudahnya kita meniru budaya-budaya luar yang masuk tanpa memfilternya terlebih dahulu.


Banyak orang yang meninggalkan dan mengepinggirkan adat dan budaya indonesia yang dulu sangat berkarakter di masyarakatnya. Banyak anggapan bahwa budaya kita kuno, dan beralih kepada hal-hal yang lebih modern. Mulai dari teknologi, popularitas, kekuasaan, gaya berpakaian, musik, dan sikap masyarakat. Memang kita tidak dapat menghindari modernisasi ini. Namun ada baiknya jika kita tetap menjaga nilai-nilai budaya bangsa kita. Tidak hanya sebatas mengejar materialisme dan kekuasaan saja. Agama hanya sebatas ritual dan tradisi. Tidak ada pengaplikasian nilai-nilai pancasila yang seharusnya menjadi landasan bangsa kita.


Masyarakat menyalahkan para penguasa, para pemimpin, para pemimpin sibuk sendiri. Bukan salah siapa, tapi bagaimana kita berinisiatif dan kesadaran dari masing-masing, maupun kesadaran bersama. Kita belajar dari sejarah. Bukan istilah saling menindas untuk mencapai puncak, tapi kita bersama-sama mencapai harmoni dan kesejahteraan bersama. Kecewa memang ada, tapi harus ada pula rasa ingin bangkit untuk kebaikan bersama. Terbuka, namun tetap menjaga nilai-nilai budaya yang menjadi simbol masyarakat Indonesia kaya akan beragam suku dan budaya.


Seperti filosofis sunda yang berbunyi “Silih Asah, Asih, Asuh” tak banyak kata-kata yang perlu diungkapkan, sekarang kita kembali ke lapangan, dan bagaimana menyatukan perbedaan itu untuk mencapai visi dan misi yang sama.


Salam budaya