#special competition for sweet febuary 27/02/2012 KPM's Event
Namaku Bulan siswi kelas 2 SMU. Sudah kuputuskan, kali ini aku akan memberanikan diri untuk mengungkapkannya kepada Gerry, dia kekasihku, kakak kelasku, hubunganku dengannya tidak berjalan baik, dia hanya menjadikanku kekasihnya karena menurutnya akulah wanita yang paling cantik di sekolah, tapi dia tidak memiliki perasaan apapun terhadapku, dia hanya mengejar kepopulerannya, maklum dia kapten tim basket di sekolah kami. Akupun juga tidak mencintainya, dia memaksaku untuk menerimanya, selama ini aku menerima cokelat di rak tasku di sekolah, mungkin Gerry berinisiatif untuk memberi perhatian terhadapku dengan cara seperti itu. Aku tidak peduli.
Pagi itu aku terlambat, tak kusangka akan berpapasan dengannya. Farel, seorang anak laki-laki bukan seorang kapten, tapi ia aktif dalam olahraga basket dan futsal sekolah, selain itu dia juga pandai dalam bermain piano dan biola. Tentunya tidak sedikit anak perempuan yang mengidolakannya, dengan sikap dinginnya dan rupanya yang tampan, justru semakin membuat semua anak-anak perempuah di sekolahku sangat mengidolakannya, semua bermimpi menjadi kekasihnya. Termasuk aku. Tapi kami selalu menjadi rival di kelas, kami selalu berdebat, tak mau kalah soal akademik, maupun ekstrakulikuler. Meskipun dia hanya dingin-dingin saja menanggapiku ... atau mungkin aku yang teralu salah tingkah terhadapnya ...
Aku berlari mengejar pak Edi, satpam sekolah. Tapi terlambat beliau sudah pergi kembali ke pos satpamnya. Aku tersandar lemas, semua ini gara-gara uang sakuku tertinggal dikamar sehingga aku terpaksa harus berjalan kaki, dan akhirnya jadi terlambat seperti ini. Aku yang tersandar di gerbang memejamkan mata sejenak, menikmati lelahku, tak lama aku mendengar suara kesal seorang anak laki-laki “Sial !” Ucapnya. Terkejut akupun segera membuka mata dan menoleh ke kananku ...
“Farel ?!” Ucapku kencang.
“Ssstttt, kau ini bisa diam tidak !” Ujarnya sambil menatap sinis kearahku.
“Eh, iya maafkan aku Farel” Aku hanya tersenyum kecil.
“...”
Farel menarikku yang dari tadi hanya terpana melihatnya, dia menarikku ke pagar belakang. Dia mencoba memanjat pagar, dia berhasil sampai di puncaknya, lalu dia mengulurkan tanganku kepadanya, aku yang terkejut melihatnya seperti itu hanya terpaku saja.
“Hei ! Seperti orang bodoh saja, kamu ini mau masuk kelas tidak sih ?!” Tangannya menarik tangank.
Segera akupun memanjat pagar itu hingga akhirnya kamipun terjatuh, aku terduduk memeluknya. Lututku berdarah, tergores bata-bata yang ada dipinggiran pagar.
“Ada apa ?!” Farel yang sempat terdiam mulai melepaskan pelukanku.
“Huaaaaa ! Lututku berdarah !!” Aku sedikit berteriak.
“Hei, hentikan ! Nanti terdengar yang lain” Ujar Farel yang tersenyum mengejek.
“Huh ? Ehh ?! Apa yang akan kamu lakukan Faareel !”
“Sudah jangan berisik” Ujar Farel.
Dia menggendongku hingga ke ruang UKS. Aku hanya diam terpaku dipangkuannya, melihat wajahnya, aku tak percaya seorang seperti Farel, begitu peduli terhadap orang asing sepertiku. Entah rasanya jantungku berdetak begitu kencang, aku takut kalau Farel merasakan detak jantungku ini. Perasaan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Farel menurunkanku duduk di salah satu kursi di ruang UKS. Dia mengambil obat merah dan plaster dari kotak P3K. Begitu lembut caranya memperlakukan pasiennya layaknya dokter.
“Ini akan membuatmu lebih baik” Ujarnya sambil menempelkan plaster di lututku.
“Huh? Hu’um” Aku hanya mengangguk.
“Maafkan aku ya, seharusnya aku tidak mengajakmu untuk memanjat pagar, teralu berbahaya untukmu” Ujar Farel menyesal sambil merapikan kembali kotak P3Knya.
“Eh? Tidak, seharusnya aku yang berterimakasih padamu, kamu telah menolongku, dan berkat kamu, sekarang aku bisa masuk ...” Tak sempat menyelesaikan perkataanku sudan dipotong oleh Farel.
“Terlambat, bodohnya aku, seharusnya aku membiarkanmu bolos saja” Ujar Farel yang melangkah keluar ruangan.
“Huh? Maksudmu?!” Aku mengerutkan dahi sambil mengikutinya dengan kaki terpincang-pincang.
“Jadi aku tidak perlu susah payah menolongmu, dan aku bisa masuk kelas matematika lebih cepat” Ujarnya tersenyum sambil berjalan menuju ruang kelas matematika.
“APA?! KAMU INI Arggghhhhh, hyaaaa rasakan ini !” Teriakku marah padanya, aku melempar sepatuku padanya.
“(Pletaaakk) Dasar bocah” Ujar Farel menoleh kebelakang dengan tatapan dingin, sepatuku tepat sekali mengenai bahunya.
“Ah? Apa yang barusan ku lakukan?! Bodoh! Bodoh! Bodoh! Aku kan harusnya bersikap baik terhadapnya, agar dia bisa menyukaiku. Tapi aku malah melakukan hal bodoh terhadapnya”
Segera aku menyusul Farel yang masuk ke ruang kelas matematika. Terlihat Farel yang sedang dimarahi oleh gurunya, aku bersembunyi mengintip dari celah-celah pintu. Dia menuju keluar ruang kelasnya, aku bersembunyi. Ku lihat wajahnya biasa saja, entah karena Farel orangnya memang datar, aku mengikutinya diam-diam, dia menuju ruang musik, dia membuka pintunya ...
“Jangan mengikutiku” Ujarnya.
“Uh?!” Aku yang terkejut segera menoleh dari balik tembok koridor.
Ah? Begitu merdu, suara yang tercipta lewat sentuhan piano dengan jemarinya. Entah apa yang kurasakan, pesan apa sebenarnya yang ia sampaikan lewat melodi-melodi ini? Rasanya hangat, Farel ...
***
Beberapa saat kemudian ...
“Lain kali kau harus banyak beristirahat dan jaga pola makanmu” Bisik seseorang, serentak aku membuka mataku dengan terkejut.
“Huh?! Dimana aku?! Apa yang terjadi?!” Aku bangkit dari tempat tidur yang tersedia di UKS.
“Kau tidak apa-apa Bulan? Huff, aku khawatir, kamu tidak masuk jam pelajaran matematika dan tadi aku dengar kamu pingsan dan dibawa ke UKS” Ujar Bella sahabatku, ia memelukku.
“Ehhh? Ehehehe aku tidak apa-apa kok Bell, aku baik-baik saja, mungkin aku hanya kecapean saja, sungguh” Ujarku tersenyum memeluknya.
“Benar ya, kamu baik-baik saja, tadi Farel menggendongmu dan merawatmu sementara disini, kamu tidak sadarkan diri hampir 3jam” Ujar Bella.
“Farel ...” Bisikku dalam hati.
***
Tiga hari kemudian ...
Karena penyakitku kambuh aku harus berbaring dikamarku, dirumah aku hanya bertiga bersama Bibi Ati yang selalu merawatku sejak almarhum mama berpulang dan hingga saat ini dan juga suaminya Paman Hasim yang membantu merawat taman dan menjaga rumah. Sementara papa, sedang diluar kota sibuk dengan pekerjaannya. Kekasihku Gerry tidak peduli terhadapku, padahal aku telah membuka hati kepadanya, tapi dia tetap tidak berubah, aku hanya pasrah.
Aku bangkit dari kasurku, aku ingin ke taman, rasanya aku bosan, ingin menghirup udara segar di pagi hari. Saat aku duduk di halaman rumah, kulihat ada seseorang yang datang, entah siapa paman Hasim membukakan gerbangnya, ah ternyata hanya sebuah kiriman. Aku hanya duduk diam di bangku taman sambil memperhatikan bunga mawar putih yang dulu selalu almarhum mama rawat.
“Halo” Sapa seseorang dibelakangku, akupun segera menoleh.
“Huh? Farel?” Aku terkejut, mengangkat kerut alis mataku sebelah.
“Maaf, aku tak bermaksud mengejutkanmu. Bella bilang kamu sedang sakit, jadi aku datang kesini untuk menjengukmu. Ini, untukmu” Farel mengulurkan tangannya memberikan sebatang cokelat padaku, lalu duduk disebelahku.
“Uh? Hu’um terimakasih Farel” Aku tersenyum dan mengangguk.
“Apa yang kau rasakan?” Ujarnya melipat kedua tangannya kebelakang, menahan kepalanya yang menanggah ke langit.
“Hmmm, aku senang” Aku menoleh kepadanya. Dalam hatiku, aku senang sekali Farel, aku senang kamu datang, aku tidak lagi merasa kesepian.
“...” Farel hanya tersenyum kepadaku, lucu, kalau dia tersenyum matanya tertutup. Aku belum pernah melihat senyumnya yang seperti itu.
“Farel?” Tanyaku pelan.
“Ya?” Jawabnya.
“Maafkan aku soal kemarin, aku tidak bermaksud begitu” Aku menunduk malu.
“Sepatu? Haha, sudahlah, aku tidak akan mati jika hanya dilempar oleh sepatu aneh kecil seperti itu” Ujarnya tertawa pelan.
“Maksudmu? ..” Aku mengerutkan kedua dahiku, menyebalkan, baru saja kau ku angkat terbang sekarang, kau jatuhkan aku kembali, huh.
“Lupakan. Aku harus pergi. Dah” Dia pergi begitu saja, meninggalkanku.
“Ehehe?!#@$#%@! Dasaaaarrrr!! Menyebalkan! ” Teriakku padanya. Farel, padahal aku ingin kau tetap disini ...
***
Keesokan harinya, keadaanku sudah membaik, aku kembali ke sekolah dan belajar seperti biasanya. Bel pulang sudah berbunyi, aku selalu menghabiskan waktu senggangku untuk memakan cokelat, entah kenapa rasanya sedikit “tenang” sehabis aku makan cokelat.
Aku melihat Farel di lapangan basket ia sedang bermain gitar di bangku-bangku pinggiran. Aku memutuskan untuk menghampirinya, tiba-tiba teman-temanku datang menghampiriku.
“Bulan!” Teriak Bella, Ratna, dan Citra. Mereka adalah teman dekatku.
“Wah, tak kusangka kamu dapat mencuri hatinya” Ujar Ratna menggoda.
“Eh apa maksudnya?” Aku tersenyum heran.
“Sudahlah jangan berpura-pura, aku dengan akhir-akhir ini kamu sedang dekat dengannya ya? Huhhh aku engga ada harapan deh untuk mendapatkannya” Cetus Citra sambil tersenyum jahil.
“Aaahh kalian ini, kami tidak ada hubungan apa-apa, itu hanya gosip belaka” Balasku.
“Hihihi sudahlah, kami semua mendukungmu kawan, aku lebih setuju kamu dengan Farel, dibandingkan dengan Gerry, dia tidak pernah memperdulikanmu” Tambah Bella.
“Iya aku setuju!” Tambah Citra dan Ratna.
“Hahaha kalian ini ada-ada saja” Aku pergi menghampiri Farel.
“Halo” Sapaku sambil tersenyum.
“Hai” Jawabnya sambil tersenyum, tetap memainkan gitarnya.
“Lagu-lagumu indah” Ujarku duduk disebelahnya.
“Terimakasih” Jawabnya.
“Apa kamu baik-baik saja? Ehm, maaf aku sok tahu” Tanyaku padanya.
“Kenapa?” Farel menghentikan petikan gitarnya.
“Ehehehe, tidak, aku hanya bercanda, lupakan saja” Jawabku salah tingkah. Bodoh, kenapa aku bertanya seperti itu, Huff.
“...”
“Lalala ♬ ketika langit melukis kegembiraan dengan pelangi ♪aku bertanya, adakah saat indah yang kulewatkan bersamamu ♬ kehangatan dalam genggaman erat tanganmu ♪bersama mimpiku dan mimpimu ♬♪~ lalalala” Dia bernyanyi, suaranya berdengung ditelingaku, tanpa disadari akupun ikut bernyanyi bersamanya, sungguh, perasaanku begitu tenang, saat bersamanya. Tuhan, apa mungkin ini perasaan yang orang sebut cinta? Cukup lama kami menghabiskan waktu untuk bernyanyi bersama-sama. Hingga kami tersadar hanya tinggal aku dan dia yang berada di sekolah, ya, dengan beberapa guru lagi tepatnya.
Akhirnya senja menjemput kami untuk pulang. Kebetulan rumahku searah dengan rumahnya, jadi kami berjalan berdua. Sepanjang jalan dia hanya diam saja, aku bingung harus bagaimana.
“Farel, kamu tidak apa-apa?” Tanyaku menoleh ke arahnya.
“Tidak apa-apa” Jawabnya.
“Maaf, bukannya aku sok tahu. Entah ini hanya perasaanku atau entah aku memang sok tahu. Kenapa setiap ku dengar kamu bermain musik, melodi-melodi yang kamu mainkan begitu menyentuh, seperti ada pesan dibalik musik-musik yang kamu mainkan itu” Aku berceloteh sendiri.
“Tidak ada yang istimewa, aku memang suka dengan musik yang seperti itu”Ujarnya berjalan meninggalkanku.
“Farel tunggu!” Aku mengejarnya, akhirnya kami berjalan bersama lagi.
Saat kami berjalan, tiba-tiba muncul Gerry yang mengendarai mobilnya berhenti menghalangi jalan kami. Aku mulai merasa tidak enak.
“Apa yang kamu lakukan bersamanya?!” Sentak Gerry sambil menarik tanganku.
“Hentikan!” Cetus Farel.
“Apa?! Apa maksudmu mendekati pacarku?! Kamu itu junior, berani sekali melawan senior ya! Bruukk!!” Satu pukulan Gerry mendarat di mulut Farel.
“Gerry! Hentikan! Kamu ini apa-apaan sih!” Teriakku menghalangi Gerry.
“Diam! Kamu ini milikku, tidak ada yang boleh mendekatimu!” Bentak Gerry.
“Kamu bukan siapa-siapa! Kamu tidak pernah peduli terhadapku! Hanya mementingkan kesenanganmu saja! Memangnya aku ini boneka! Jangan pernah dekati aku lagi!” Aku membentaknya kembali.
“Plaaak!” Gerry menamparku. Seketika aku pingsan, aku tidak tahu apa yang terjadi, aku sudah berada dirumah.
Kepalaku rasanya berat sekali, seluruh tubuhku sakit rasanya. Tapi mataku mencoba terbuka. Aku melihat langit-langit kamarku. Aku sendirian dikamar, aku berharap Farel menemaniku. Gerry, ah sudahlah, aku sangat membencinya. Aku bangkit, aku bercermin, wajahku tampak pucat, badanku bertambah kurus. Aku takut. Aku menelepon ayah, dan beliau akan pulang esok dari luar kota untuk menemaniku disini.
Aku mencoba menghubungi Farel lewat message dan sosial network namun tak ada satupun balasan darinya. Aku tahu dia tipe orang yang apik, paling menggunakan gadgetnya sesuai kebutuhan saja. Aku kembali ke tempat tidur, berbaring dengan selimut biruku. Badanku rasanya sakit, sakit sekali, padahal aku sudah makan cokelat, tapi tetap saja, sakit.
***
Keesokan harinya. Aku menguatkan tubuhku untuk berangkat sekolah. Kali ini aku tidak melihatnya, dia, Farel, dimana dia. Aku bertanya kepada teman-teman, tidak ada yang melihatnya seharian ini. Aku pergi menuju Aula Musik, perasaanku mengatakan ia berada disana. Dugaanku benar, dia sedang bermain piano, dia lantunkan lagi melodi-melodi perih itu, aku menghampirinya ...
“Pergilah” Ucap Farel menghentikan permainan pianonya.
“Maafkan aku” Aku menunduk dihadapannya..
“...” Farel hanya diam.
“Aku tahu, kau pasti sangat membenciku, karena hari kemarin. Maafkan aku Farel, aku ...”
“Kau tidak mendengar apa yang ku katakan?” Dia tetap menunduk.
“Maaf kalau kamu merasa terganggu, itu caraku melupakan rasa sakit yang menggerogoti ini, kalaulah cokelat yang selama ini ku makan berhasil membuatku tetap ceria, kau yang lebih berhasil membuatku lupa dengan apa yang aku rasakan sebenarnya, permisi” Ujarku sambil menangis.
Aku berlari sepanjang koridor, dengan airmata yang menetes deras dipipiku. Aku tak melihat jalan, sampai aku menabrak Gerry. “Bruuk”
“Aw!” Ujarku terjatuht menahan sakit.
“Dasar bodoh. Perempuan bodoh, suatu saat kau akan menyesal telah mengatakan apa yang kau katakan kemarin kepadaku” Ujar Gerry tertawa tidak menolongku.
Tiba-tiba seseorang membantuku berdiri. Farel...
“Aku tidak akan pernah membiarkannya merasa sakit, dengan kata-kata sekalipun. Apa seperti itu caramu memperlakukan seseorang wanita, kalau kau tidak bisa melindunginya, biar aku yang melindunginya” Farel menggandengku dan membawaku pergi. Gerry yang merasa tersinggung hanya diam melihat kami.
Farel menggendongku ke UKS. Aku yang berhenti menangis, kini memeluknya. Aku merasa nyaman sekali bersamanya. Mungkinkah dia malaikat yang tuhan kirimkan untukku. Farel membaringkanku di kasur yang berada di ruang UKS. Aku duduk menghadap ke arahnya, ia mengambil kursi dan duduk tepat dihadapanku.
“Maafkan aku” Ujarku sambil memeluknya.
“Sudahlah. Entah kenapa, aku merasa ingin selalu menjaga dan melindungimu. Entah kenapa akupun tidak mengerti. Tapi aku menyukainya. Jangan khawatir, karena sekarang aku akan menjadi cokelat untukmu” Ujar Farel tersenyum sambil mengusap-usap poni rambutku.
***
Saat itu aku tahu ... Selama ini kamulah Farel yang selalu menyelipkan cokelat di rak tasku...
Terimakasih Farel ...
Untuk hari-hari indah bersamamu yang terlewatkan untuk menjagaku, hingga aku bisa pergi dengan tenang sekarang ...
Meskipun kita tidak di dalam dunia yang sama lagi, aku ingin kamu mengetahui satu hal Farel ...
Selama ini aku belum sempat mengatakannya,
Aku mencintaimu ... Farel ....
Namaku Bulan siswi kelas 2 SMU. Sudah kuputuskan, kali ini aku akan memberanikan diri untuk mengungkapkannya kepada Gerry, dia kekasihku, kakak kelasku, hubunganku dengannya tidak berjalan baik, dia hanya menjadikanku kekasihnya karena menurutnya akulah wanita yang paling cantik di sekolah, tapi dia tidak memiliki perasaan apapun terhadapku, dia hanya mengejar kepopulerannya, maklum dia kapten tim basket di sekolah kami. Akupun juga tidak mencintainya, dia memaksaku untuk menerimanya, selama ini aku menerima cokelat di rak tasku di sekolah, mungkin Gerry berinisiatif untuk memberi perhatian terhadapku dengan cara seperti itu. Aku tidak peduli.
Pagi itu aku terlambat, tak kusangka akan berpapasan dengannya. Farel, seorang anak laki-laki bukan seorang kapten, tapi ia aktif dalam olahraga basket dan futsal sekolah, selain itu dia juga pandai dalam bermain piano dan biola. Tentunya tidak sedikit anak perempuan yang mengidolakannya, dengan sikap dinginnya dan rupanya yang tampan, justru semakin membuat semua anak-anak perempuah di sekolahku sangat mengidolakannya, semua bermimpi menjadi kekasihnya. Termasuk aku. Tapi kami selalu menjadi rival di kelas, kami selalu berdebat, tak mau kalah soal akademik, maupun ekstrakulikuler. Meskipun dia hanya dingin-dingin saja menanggapiku ... atau mungkin aku yang teralu salah tingkah terhadapnya ...
Aku berlari mengejar pak Edi, satpam sekolah. Tapi terlambat beliau sudah pergi kembali ke pos satpamnya. Aku tersandar lemas, semua ini gara-gara uang sakuku tertinggal dikamar sehingga aku terpaksa harus berjalan kaki, dan akhirnya jadi terlambat seperti ini. Aku yang tersandar di gerbang memejamkan mata sejenak, menikmati lelahku, tak lama aku mendengar suara kesal seorang anak laki-laki “Sial !” Ucapnya. Terkejut akupun segera membuka mata dan menoleh ke kananku ...
“Farel ?!” Ucapku kencang.
“Ssstttt, kau ini bisa diam tidak !” Ujarnya sambil menatap sinis kearahku.
“Eh, iya maafkan aku Farel” Aku hanya tersenyum kecil.
“...”
Farel menarikku yang dari tadi hanya terpana melihatnya, dia menarikku ke pagar belakang. Dia mencoba memanjat pagar, dia berhasil sampai di puncaknya, lalu dia mengulurkan tanganku kepadanya, aku yang terkejut melihatnya seperti itu hanya terpaku saja.
“Hei ! Seperti orang bodoh saja, kamu ini mau masuk kelas tidak sih ?!” Tangannya menarik tangank.
Segera akupun memanjat pagar itu hingga akhirnya kamipun terjatuh, aku terduduk memeluknya. Lututku berdarah, tergores bata-bata yang ada dipinggiran pagar.
“Ada apa ?!” Farel yang sempat terdiam mulai melepaskan pelukanku.
“Huaaaaa ! Lututku berdarah !!” Aku sedikit berteriak.
“Hei, hentikan ! Nanti terdengar yang lain” Ujar Farel yang tersenyum mengejek.
“Huh ? Ehh ?! Apa yang akan kamu lakukan Faareel !”
“Sudah jangan berisik” Ujar Farel.
Dia menggendongku hingga ke ruang UKS. Aku hanya diam terpaku dipangkuannya, melihat wajahnya, aku tak percaya seorang seperti Farel, begitu peduli terhadap orang asing sepertiku. Entah rasanya jantungku berdetak begitu kencang, aku takut kalau Farel merasakan detak jantungku ini. Perasaan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Farel menurunkanku duduk di salah satu kursi di ruang UKS. Dia mengambil obat merah dan plaster dari kotak P3K. Begitu lembut caranya memperlakukan pasiennya layaknya dokter.
“Ini akan membuatmu lebih baik” Ujarnya sambil menempelkan plaster di lututku.
“Huh? Hu’um” Aku hanya mengangguk.
“Maafkan aku ya, seharusnya aku tidak mengajakmu untuk memanjat pagar, teralu berbahaya untukmu” Ujar Farel menyesal sambil merapikan kembali kotak P3Knya.
“Eh? Tidak, seharusnya aku yang berterimakasih padamu, kamu telah menolongku, dan berkat kamu, sekarang aku bisa masuk ...” Tak sempat menyelesaikan perkataanku sudan dipotong oleh Farel.
“Terlambat, bodohnya aku, seharusnya aku membiarkanmu bolos saja” Ujar Farel yang melangkah keluar ruangan.
“Huh? Maksudmu?!” Aku mengerutkan dahi sambil mengikutinya dengan kaki terpincang-pincang.
“Jadi aku tidak perlu susah payah menolongmu, dan aku bisa masuk kelas matematika lebih cepat” Ujarnya tersenyum sambil berjalan menuju ruang kelas matematika.
“APA?! KAMU INI Arggghhhhh, hyaaaa rasakan ini !” Teriakku marah padanya, aku melempar sepatuku padanya.
“(Pletaaakk) Dasar bocah” Ujar Farel menoleh kebelakang dengan tatapan dingin, sepatuku tepat sekali mengenai bahunya.
“Ah? Apa yang barusan ku lakukan?! Bodoh! Bodoh! Bodoh! Aku kan harusnya bersikap baik terhadapnya, agar dia bisa menyukaiku. Tapi aku malah melakukan hal bodoh terhadapnya”
Segera aku menyusul Farel yang masuk ke ruang kelas matematika. Terlihat Farel yang sedang dimarahi oleh gurunya, aku bersembunyi mengintip dari celah-celah pintu. Dia menuju keluar ruang kelasnya, aku bersembunyi. Ku lihat wajahnya biasa saja, entah karena Farel orangnya memang datar, aku mengikutinya diam-diam, dia menuju ruang musik, dia membuka pintunya ...
“Jangan mengikutiku” Ujarnya.
“Uh?!” Aku yang terkejut segera menoleh dari balik tembok koridor.
Ah? Begitu merdu, suara yang tercipta lewat sentuhan piano dengan jemarinya. Entah apa yang kurasakan, pesan apa sebenarnya yang ia sampaikan lewat melodi-melodi ini? Rasanya hangat, Farel ...
***
Beberapa saat kemudian ...
“Lain kali kau harus banyak beristirahat dan jaga pola makanmu” Bisik seseorang, serentak aku membuka mataku dengan terkejut.
“Huh?! Dimana aku?! Apa yang terjadi?!” Aku bangkit dari tempat tidur yang tersedia di UKS.
“Kau tidak apa-apa Bulan? Huff, aku khawatir, kamu tidak masuk jam pelajaran matematika dan tadi aku dengar kamu pingsan dan dibawa ke UKS” Ujar Bella sahabatku, ia memelukku.
“Ehhh? Ehehehe aku tidak apa-apa kok Bell, aku baik-baik saja, mungkin aku hanya kecapean saja, sungguh” Ujarku tersenyum memeluknya.
“Benar ya, kamu baik-baik saja, tadi Farel menggendongmu dan merawatmu sementara disini, kamu tidak sadarkan diri hampir 3jam” Ujar Bella.
“Farel ...” Bisikku dalam hati.
***
Tiga hari kemudian ...
Karena penyakitku kambuh aku harus berbaring dikamarku, dirumah aku hanya bertiga bersama Bibi Ati yang selalu merawatku sejak almarhum mama berpulang dan hingga saat ini dan juga suaminya Paman Hasim yang membantu merawat taman dan menjaga rumah. Sementara papa, sedang diluar kota sibuk dengan pekerjaannya. Kekasihku Gerry tidak peduli terhadapku, padahal aku telah membuka hati kepadanya, tapi dia tetap tidak berubah, aku hanya pasrah.
Aku bangkit dari kasurku, aku ingin ke taman, rasanya aku bosan, ingin menghirup udara segar di pagi hari. Saat aku duduk di halaman rumah, kulihat ada seseorang yang datang, entah siapa paman Hasim membukakan gerbangnya, ah ternyata hanya sebuah kiriman. Aku hanya duduk diam di bangku taman sambil memperhatikan bunga mawar putih yang dulu selalu almarhum mama rawat.
“Halo” Sapa seseorang dibelakangku, akupun segera menoleh.
“Huh? Farel?” Aku terkejut, mengangkat kerut alis mataku sebelah.
“Maaf, aku tak bermaksud mengejutkanmu. Bella bilang kamu sedang sakit, jadi aku datang kesini untuk menjengukmu. Ini, untukmu” Farel mengulurkan tangannya memberikan sebatang cokelat padaku, lalu duduk disebelahku.
“Uh? Hu’um terimakasih Farel” Aku tersenyum dan mengangguk.
“Apa yang kau rasakan?” Ujarnya melipat kedua tangannya kebelakang, menahan kepalanya yang menanggah ke langit.
“Hmmm, aku senang” Aku menoleh kepadanya. Dalam hatiku, aku senang sekali Farel, aku senang kamu datang, aku tidak lagi merasa kesepian.
“...” Farel hanya tersenyum kepadaku, lucu, kalau dia tersenyum matanya tertutup. Aku belum pernah melihat senyumnya yang seperti itu.
“Farel?” Tanyaku pelan.
“Ya?” Jawabnya.
“Maafkan aku soal kemarin, aku tidak bermaksud begitu” Aku menunduk malu.
“Sepatu? Haha, sudahlah, aku tidak akan mati jika hanya dilempar oleh sepatu aneh kecil seperti itu” Ujarnya tertawa pelan.
“Maksudmu? ..” Aku mengerutkan kedua dahiku, menyebalkan, baru saja kau ku angkat terbang sekarang, kau jatuhkan aku kembali, huh.
“Lupakan. Aku harus pergi. Dah” Dia pergi begitu saja, meninggalkanku.
“Ehehe?!#@$#%@! Dasaaaarrrr!! Menyebalkan! ” Teriakku padanya. Farel, padahal aku ingin kau tetap disini ...
***
Keesokan harinya, keadaanku sudah membaik, aku kembali ke sekolah dan belajar seperti biasanya. Bel pulang sudah berbunyi, aku selalu menghabiskan waktu senggangku untuk memakan cokelat, entah kenapa rasanya sedikit “tenang” sehabis aku makan cokelat.
Aku melihat Farel di lapangan basket ia sedang bermain gitar di bangku-bangku pinggiran. Aku memutuskan untuk menghampirinya, tiba-tiba teman-temanku datang menghampiriku.
“Bulan!” Teriak Bella, Ratna, dan Citra. Mereka adalah teman dekatku.
“Wah, tak kusangka kamu dapat mencuri hatinya” Ujar Ratna menggoda.
“Eh apa maksudnya?” Aku tersenyum heran.
“Sudahlah jangan berpura-pura, aku dengan akhir-akhir ini kamu sedang dekat dengannya ya? Huhhh aku engga ada harapan deh untuk mendapatkannya” Cetus Citra sambil tersenyum jahil.
“Aaahh kalian ini, kami tidak ada hubungan apa-apa, itu hanya gosip belaka” Balasku.
“Hihihi sudahlah, kami semua mendukungmu kawan, aku lebih setuju kamu dengan Farel, dibandingkan dengan Gerry, dia tidak pernah memperdulikanmu” Tambah Bella.
“Iya aku setuju!” Tambah Citra dan Ratna.
“Hahaha kalian ini ada-ada saja” Aku pergi menghampiri Farel.
“Halo” Sapaku sambil tersenyum.
“Hai” Jawabnya sambil tersenyum, tetap memainkan gitarnya.
“Lagu-lagumu indah” Ujarku duduk disebelahnya.
“Terimakasih” Jawabnya.
“Apa kamu baik-baik saja? Ehm, maaf aku sok tahu” Tanyaku padanya.
“Kenapa?” Farel menghentikan petikan gitarnya.
“Ehehehe, tidak, aku hanya bercanda, lupakan saja” Jawabku salah tingkah. Bodoh, kenapa aku bertanya seperti itu, Huff.
“...”
“Lalala ♬ ketika langit melukis kegembiraan dengan pelangi ♪aku bertanya, adakah saat indah yang kulewatkan bersamamu ♬ kehangatan dalam genggaman erat tanganmu ♪bersama mimpiku dan mimpimu ♬♪~ lalalala” Dia bernyanyi, suaranya berdengung ditelingaku, tanpa disadari akupun ikut bernyanyi bersamanya, sungguh, perasaanku begitu tenang, saat bersamanya. Tuhan, apa mungkin ini perasaan yang orang sebut cinta? Cukup lama kami menghabiskan waktu untuk bernyanyi bersama-sama. Hingga kami tersadar hanya tinggal aku dan dia yang berada di sekolah, ya, dengan beberapa guru lagi tepatnya.
Akhirnya senja menjemput kami untuk pulang. Kebetulan rumahku searah dengan rumahnya, jadi kami berjalan berdua. Sepanjang jalan dia hanya diam saja, aku bingung harus bagaimana.
“Farel, kamu tidak apa-apa?” Tanyaku menoleh ke arahnya.
“Tidak apa-apa” Jawabnya.
“Maaf, bukannya aku sok tahu. Entah ini hanya perasaanku atau entah aku memang sok tahu. Kenapa setiap ku dengar kamu bermain musik, melodi-melodi yang kamu mainkan begitu menyentuh, seperti ada pesan dibalik musik-musik yang kamu mainkan itu” Aku berceloteh sendiri.
“Tidak ada yang istimewa, aku memang suka dengan musik yang seperti itu”Ujarnya berjalan meninggalkanku.
“Farel tunggu!” Aku mengejarnya, akhirnya kami berjalan bersama lagi.
Saat kami berjalan, tiba-tiba muncul Gerry yang mengendarai mobilnya berhenti menghalangi jalan kami. Aku mulai merasa tidak enak.
“Apa yang kamu lakukan bersamanya?!” Sentak Gerry sambil menarik tanganku.
“Hentikan!” Cetus Farel.
“Apa?! Apa maksudmu mendekati pacarku?! Kamu itu junior, berani sekali melawan senior ya! Bruukk!!” Satu pukulan Gerry mendarat di mulut Farel.
“Gerry! Hentikan! Kamu ini apa-apaan sih!” Teriakku menghalangi Gerry.
“Diam! Kamu ini milikku, tidak ada yang boleh mendekatimu!” Bentak Gerry.
“Kamu bukan siapa-siapa! Kamu tidak pernah peduli terhadapku! Hanya mementingkan kesenanganmu saja! Memangnya aku ini boneka! Jangan pernah dekati aku lagi!” Aku membentaknya kembali.
“Plaaak!” Gerry menamparku. Seketika aku pingsan, aku tidak tahu apa yang terjadi, aku sudah berada dirumah.
Kepalaku rasanya berat sekali, seluruh tubuhku sakit rasanya. Tapi mataku mencoba terbuka. Aku melihat langit-langit kamarku. Aku sendirian dikamar, aku berharap Farel menemaniku. Gerry, ah sudahlah, aku sangat membencinya. Aku bangkit, aku bercermin, wajahku tampak pucat, badanku bertambah kurus. Aku takut. Aku menelepon ayah, dan beliau akan pulang esok dari luar kota untuk menemaniku disini.
Aku mencoba menghubungi Farel lewat message dan sosial network namun tak ada satupun balasan darinya. Aku tahu dia tipe orang yang apik, paling menggunakan gadgetnya sesuai kebutuhan saja. Aku kembali ke tempat tidur, berbaring dengan selimut biruku. Badanku rasanya sakit, sakit sekali, padahal aku sudah makan cokelat, tapi tetap saja, sakit.
***
Keesokan harinya. Aku menguatkan tubuhku untuk berangkat sekolah. Kali ini aku tidak melihatnya, dia, Farel, dimana dia. Aku bertanya kepada teman-teman, tidak ada yang melihatnya seharian ini. Aku pergi menuju Aula Musik, perasaanku mengatakan ia berada disana. Dugaanku benar, dia sedang bermain piano, dia lantunkan lagi melodi-melodi perih itu, aku menghampirinya ...
“Pergilah” Ucap Farel menghentikan permainan pianonya.
“Maafkan aku” Aku menunduk dihadapannya..
“...” Farel hanya diam.
“Aku tahu, kau pasti sangat membenciku, karena hari kemarin. Maafkan aku Farel, aku ...”
“Kau tidak mendengar apa yang ku katakan?” Dia tetap menunduk.
“Maaf kalau kamu merasa terganggu, itu caraku melupakan rasa sakit yang menggerogoti ini, kalaulah cokelat yang selama ini ku makan berhasil membuatku tetap ceria, kau yang lebih berhasil membuatku lupa dengan apa yang aku rasakan sebenarnya, permisi” Ujarku sambil menangis.
Aku berlari sepanjang koridor, dengan airmata yang menetes deras dipipiku. Aku tak melihat jalan, sampai aku menabrak Gerry. “Bruuk”
“Aw!” Ujarku terjatuht menahan sakit.
“Dasar bodoh. Perempuan bodoh, suatu saat kau akan menyesal telah mengatakan apa yang kau katakan kemarin kepadaku” Ujar Gerry tertawa tidak menolongku.
Tiba-tiba seseorang membantuku berdiri. Farel...
“Aku tidak akan pernah membiarkannya merasa sakit, dengan kata-kata sekalipun. Apa seperti itu caramu memperlakukan seseorang wanita, kalau kau tidak bisa melindunginya, biar aku yang melindunginya” Farel menggandengku dan membawaku pergi. Gerry yang merasa tersinggung hanya diam melihat kami.
Farel menggendongku ke UKS. Aku yang berhenti menangis, kini memeluknya. Aku merasa nyaman sekali bersamanya. Mungkinkah dia malaikat yang tuhan kirimkan untukku. Farel membaringkanku di kasur yang berada di ruang UKS. Aku duduk menghadap ke arahnya, ia mengambil kursi dan duduk tepat dihadapanku.
“Maafkan aku” Ujarku sambil memeluknya.
“Sudahlah. Entah kenapa, aku merasa ingin selalu menjaga dan melindungimu. Entah kenapa akupun tidak mengerti. Tapi aku menyukainya. Jangan khawatir, karena sekarang aku akan menjadi cokelat untukmu” Ujar Farel tersenyum sambil mengusap-usap poni rambutku.
***
Saat itu aku tahu ... Selama ini kamulah Farel yang selalu menyelipkan cokelat di rak tasku...
Terimakasih Farel ...
Untuk hari-hari indah bersamamu yang terlewatkan untuk menjagaku, hingga aku bisa pergi dengan tenang sekarang ...
Meskipun kita tidak di dalam dunia yang sama lagi, aku ingin kamu mengetahui satu hal Farel ...
Selama ini aku belum sempat mengatakannya,
Aku mencintaimu ... Farel ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Surat Untuk Syf