Baca
juga seri lainnya DISINI
Written
by Bulan Kecil
“Jadi,
inilah akhirnya?” Jawab Clara dengan airmatanya yang tak terbendu lagi.
"Kita
gak pernah mengakhiri semua ini. Karena kita gak pernah memulainya." Jawab
Farel tersenyum kecil, sambil menepuk kedua bahu Clara.
“Iya...
Kamu bener. Kita gak pernah memulainya sama sekali. Maafin aku Rel.” Airmata
Clara menetes.
"Aku
juga minta maaf, gak seharusnya kita saling memaksakan diri." Jawab Farel
bijak.
"Aku
gak tau harus gimana. Tapi, ayo kita mulai semuanya dari awal lagi.” Ucap Clara
dengan nada perih.
“Makasih.
Tapi aku gak bisa. Aku gak mau kehilangan orang yang menyayangiku dengan tulus.
Aku yakin, kamu pasti akan segera bertemu dengan orang yang tepat. Aku harus
pergi, good luck ya!” Jawab Farel, sambil mencium kening Clara.
Baru aja aku mau kasih misting
isi pasta buat kamu. Tapi ternyata kamu sedang bertukar rindu dengan malaikatmu
ya Rel.
“Ternyata...
Maafin aku ya, aku udah jahat banget... Aku bakal coba. Ya, harus... Aku harus
bisa menghapus perasaan ini.” Airmataku tak dapat lagi tertahankan.
And
then...
Duduk diam di bangku taman,
telunjukku tak henti mengetuk-ngetuk misting yang ku pegang dari tadi. Aku
menunduk dengan tatapan kosong, wajah yang kusut, mengurangi selera makanku di
siang itu.
“Hufft,
hari ini, aku makan siang sendiri lagi. Padahal, aku udah bawa pasta. Hmm, yaudah
deh, selamat makan!”
Ku
buka mistingku, satu suap... dua suap... tiga suap... aku mengangguk-anggukan
kepalaku sendiri.
“Maafin
aku ya, aku udah jahat banget.”
Empat
suap... Lima suap... Enam suap... aku menggeleng-gelengkan kepalaku sendiri.
“Enggak!
Enggak! Enggak! Aku yang terlalu banyak berharap! Hufft!”
Tujuh
suap... Delapan suap... Sembilan suap... Tinggal terseisa satu suap lagi beef pasta
cheese sauces buatanku. Aku tersenyum, mencoba menikmati suapan terakhirku ini.
Sepu... Tiba-tiba...
“Pasta
punya aku mana?” Ujar seseorang. Lalu, aku menoleh ke arah kananku.
“Haaam!
Nyam... Nyam... Nyam!” Habis sudah pasta buatanku itu. Dengan wajah datar
sambil mengunyah pasta, aku tidak bersuara.
“Yaaaah!
Pastaku!” Ujar seseorang dengan nada kecewa. Ya, itu kamu, Farel.
“Maaf
ya.” Ujarku sambil tersenyum kecil.
Kamu
tau Farel? Saat itu aku bingung. Apa aku harus merasa takut? Atau merasa
senang? Aku takut, aku gak bisa menghapus perasaan ini. Tapi aku juga senang,
aku senang karena kamu datang. Jadi aku harus bagaimana Rel?
“Padahal
aku ngidam itu lho dari semalem. Tapi gak apa-apa deh, aku seneng karena kamu
jadi banyak makan akhir-akhir ini.” Jawabmu tersenyum sambil menepuk-nepuk poni
rambutku.
Sekali
lagi, aku hanya bisa terdiam. Aku bingung. Tapi, cinta itu...
“Aku
baru makan kok. Lagi pula, aku emang masak pasta ini buat sendiri.” Senyumku
padanya.
“Hah?
Jadi itu bukan buat aku ya? Ternyata,
“Hahaha,
Baiklah kalau gitu, ini punya kamu! Tanpa bawang, tanpa saos tomat, dan kejunya
banyak!” Ujarku tersenyum, sambil mengeluarkan kotak misting dari dalam tasku,
lalu ku berikan padanya.
“Sudah
ku duga! You’re my real angel!” Tegas Farel tersenyum lebar, sambil membuka
kotak misting dariku, dan mulai mencicipinya.
Satu
suap... dua suap... tiga suap... aku terus memperhatikanmu makan sambil
tersenyum.
“Hmm!
Enak! Kamu emang paling bisa ya! Eh, anyway ada mantranya gak nih?” Tanya Farel
sambil mengunyah pasta yang penuh di mulutnya.
“Mantra?
Enggak kok.” Jawabku agak bingung.
“Tapi
kok aku selalu ngerasa seneng sih tiap makan pasta buatan kamu?” Tanya Farel
heran.
“Oh,
itu. Ada bumbu rahasianya!” Jawabku tersenyum.
“Apa
tuh? Cinta ya?” Jawabnya agak sedikit menggoda.
“Hmmm,
somethings like that. Ada harapan yang aku simpan disitu, aku harap, dia yang
memakannya akan merasa senang dan semangat dalam menjalani hari-harinya.”
Jawabku sambil tersenyum padanya. Dia berhenti menyuapkan pasta ke mulutnya,
lalu menghadap kearahku sambil tersenyum.
“Kalau
harapan yang kamu simpen diantara kita?” Tanya Farel, dengan tatapan yang dalam.
“Hmm...
Itu...” Jawabku ragu.
“Itu?”
Dia semakin mendekat kewajahku.
“Itu
rahasia!” Bisikku ke telinganya.
Saat
itu juga aku pergi, dan saat itu juga kamu tersenyum...
Jadi?
Harapan itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Surat Untuk Syf