Written by, Bulan Kecil
Dear Universe,
Langit yang cerah, terhiasi oleh
sinar hangat sang mentari dan awan-awan kumulus yang lembut. Itulah gambaran
suasana yang cerah yang terlihat dari balik jendela studio musik milik Dimas
dan Jeje. Dimas, adalah soulmateku, Jeje adalah sahabat kami berdua. Kami
bertiga mulai dekat karena kampus tempat kami berkuliah sama, cuma jurusannya
saja yang berbeda. Aku, Phebee Sastranila jurusan sastra, sedangkan Dimas Redwill
dan Jeje Eko, jurusannya seni musik.
Well, at that moment, aku lagi
ngeguntingin origami buat nempelin tulisan-tulisan aku disitu. Kebetulan Jeje
itu orangnya sibuk banget, karena dia punya kerjaan sebagai fotografer, aku
ditemenin sama soulmateku, Dimas.
“Phebee ajarin aku nulis dong”. Pinta Dimas sambil
membaca tulisan-tulisan Phebee.
“Dimas... Dimas... Nulis kok minta diajarin. Coba
aja dulu, Just write apa yang ingin
kamu tulis Dim”. Balas Phebee yang sibuk guntingin kertas origami untuk
tulisannya.
“Yaaa tapi kan beda Bee. Aku pingin bisa tulisan
aku, bisa bagus kayak kamu”. Jawab Dimas, sambil membantu merapikan
kertas-kertasnya.
“Hey my bro. Kata siapa tulisan aku bagus? Ngarang
kamu Dim”. Sahut Phebee pada Dimas.
“Lho kok ngarang sih? Lha, selama ini kamu nulis
banyak kayak gitu? Joined many competition,
is it not enough?”. Balas Dimas heran.
“Dimas... Dimas... Nulis tuh, bukan soal bagus atau
enggak. Nulis tuh, tentang kamu, tentang mimpi, tentang dunia, dan tentang
mereka. Whatever they think, whatever
they say, just write your heart in”. Ujar Phebee sambil menulis kata heart di kertas berbentuk love lalu diberikannya kepada Dimas.
“Bee... Bee... Hmm, oke deh, I’ll try it”. Jawab Dimas tersenyum sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
“Gitu dong, itu baru namanya Dimas si pujangga kurus”.
Ujar Phebee bahagia sambil tertawa kecil.
“Ih, apaan sih itu. Gak asik banget kamu Bee, sesama
kurus jangan saling menghina hehehe”. Balas Dimas sambil ikut tertawa.
“Hehehe, sorry
sorry, just kidding my bro, peace!”. Mereka tertawa bersama.
Keesokkan harinya adalah malam
minggu, tepat hari ulang tahun Dimas, tapi Dimas lagi ngisi event di salah satu cafe yang baru launch. Dia dan Jeje perfom akustik
sambil ngecoverin beberapa lagu.
Dateng
telat selalu jadi ciri khas aku, setiap kali janjian, hehehe. Aku duduk di
salah satu meja yang kursinya untuk dua orang. Sweater cokelat, jeans hitam,
rambut pendek, berkacamata, lebih mirip orang kayak bangun tidur, daripada
cewek yang anggun. Well, this is me.
Gak
kerasa acara udah selesai, aku masih nunggu Dimas beres, rencananya aku mau
ngasih something buat Dimas. Hmm, cukup
banyak pengunjung yang datang dan terhibur sama perfomance dari Dimas dan
Jeje. Selain suaranya yang khas dan permainan musiknya yang menarik, juga
tampang mereka yang ganteng, eh ralat buat si Dimas, enggak. Oke kalau si Jeje
tinggi cakep, badan berisi, ramah, lumayan terkenal pula. Tapi Dimas? Badan
kurus, cakep enggak, bawel iya, galak juga, yaaa tapi...
“Hai BeeRus!”. Ujar Dimas yang tiba-tiba duduk di
depan Phebee.
“BeeRus? Siapa tuh? Ciyee keren nih yang baru perfom”.
Tanya Phebee heran.
“Hahaha thanks ya. Hmm, sok polos deh kamu Rus!
Siapa lagi yang kurus disini kalau bukan kamu”. Ujar Dimas sambil tertawa
kecil.
“Eehh gak lucu, I
have a name ya, P-h-e-b-e-e, Phebee. Gak fair tuh”. Ujar Phebee agak kesal soalnya suara Dimas lumayan
keras.
“Hahaha, iya iya aku tau kok. Gak fair kenapa Bee?”. Tanya Dimas sambil
tersenyum.
“Kalau kamu panggil aku kurus, kamu juga harus aku
panggil kurus. Kamu bilang kan kalau misal..”. Dimas mencoba menutup mulut
Phebee yang udah mulai nyerocos.
“Yayaya... Yayaya... Yaaa, udah tau kok miss”. Ujar Dimas sambil tersenyum
nakal.
“Ih, curang banget sih jadi orang. Tuh!”. Ujar
Phebee kesal, sambil mengeluarkan kotak persegi yang ukurannya sebesar buku
diary.
“Biarin hehehe. Oya, apaan nih?”. Tanya Dimas agak
heran.
“Happy Birthday ya, sorry gak suprise. Bukan
ahlinya aku”. Ujar Phebee.
“Wah, thanks ya Bee”. Dimas mengecek jam tangannya
sebentar.
“Kenapa?”. Tanya Phebee heran.
“23.08. Semoga ya, kamu yang terakhir ngucapin”.
Ujar Dimas sambil membuka kotaknya.
“Itu nyindir apa ngarep?”. Tanya Phebee jutek.
“Hehehe, yaelah gitu aja marah, ngarep sih Bee.
Soalnya biar aku inget terus. Phebee si kurus orang terakhir yang ngucapin Happy Birthday, hehehe”. Dimas
tersenyum.
“Hahaha, bisa aja kamu”. Phebee ikut tertawa.
“Wah, bolu?”. Dimas tersenyum sambil memotong
bolunya dengan sendok yang ada di meja tersebut.
“Iya, aku buat sendiri lho Dim. Habisin ya!”. Ujar
Phebee tersenyum senang.
“Nih”. Dimas mengarahkan sendoknya ke mulut Phebee.
“Hah? Kok aku? Itu kan buat kamu”. Phebee agak
mundur sedikit.
“Yee, ini aku suapin spesial buat soulmate aku yang
juara. Oh ya, make a wish dulu ya”.
Ujar Dimas tersenyum.
“Hmmm... Semoga Dimas tambah ganteng dan gak galak
lagi, jadi cewek-cewek pada gak takut lagi sama dia, amin”. Phebee lalu melahap
suapan dari Dimas dan tertawa puas.
“Apaan tuh, wishes
nya kayak gitu, aku udah ganteng kali. Saking gantengnya cewek-cewek terkesan
sama aku”. Muka Dimas agak jutek tapi akhirnya ikut tertawa.
“Hahahahaha... Hahahaha, iya iya duh... Percaya kok
aku Dim hahaha”. Phebee tertawa puas.
Akhirnya mereka berdua tertawa
bersama. Keesokkan harinya Dimas datang berkunjung ke rumah Phebee di daerah
perbukitan. Mereka biasa menghabiskan waktu untuk berdiskusi, santai dan
curhat-curhatan di saung yang ada di samping rumahnya. Rumah Phebee memang
terkesan sangat alami, karena begitu minimalis serta banyak tanaman hijau, dan
di daerah bukit, jadi pemandangan disekitarnya terlihat sangat indah, meskipun
agak sedikit jauh dari kota. Kebetulan Bundanya Phebee pas sekali membuka pintu
hendak keluar.
“Eh tante”. Ujar Dimas dengan setelan cueknya sambil
menggendong gitar miliknya, agak sedikit terkejut.
“Dimas, duh tante kira siapa. Pasti mau ketemu
Phebee ya?” Ujar Bunda Phebee.
“Iya tante, Phebeenya ada?” Tanya Dimas.
“Ada tuh, biasa lagi di saung, samperin aja”. Ujar
Bundanya Phebee ramah.
“Eh, iya makasih tante, saya permisi dulu mau ke
Phebee”. Dimas tersenyum.
“Iya”. Bunda Phebee tersenyum.
Saat itu Phebee sedang duduk
tertidur di saung. Angin yang bersepoi-sepoi meniupkan rambut-rambut tipis yang
menutupi wajah Phebee. Dimas yang tadinya ingin membangunkan Phebee, tidak
tegak membangunkanya. “Kamu lucu Bee kalau lagi tidur” Dimas berbisik sambil
tersenyum. “Dukk!” Phebee yang terkejut dengan bisikan Dimas, bangun sampe
kepala Phebee berbenturan dengan kepala Dimas.
“Awww!”.
Jerit mereka berdua.
“Duhhh!
Kepala aku?!”. Phebee yang masih setengah sadar, menggosok-gosok matanya sambil
mengusap-usap kepalanya.
“Hehehe,
udah bangun ya Bee”. Ujar Dimas tersenyum sambil mengusap-usap kepalanya.
“Duhh,
Dimas, kamu bangunin orang gak kira-kira sih”. Ujar Phebee yang masih mengusap
kepalanya.
“Sini,
sini duh, gitu doang sok di dramatisir deh”. Ujar Dimas mengusap-usap kepala
Phebee.
“Aaahh, udah ah, udah, kamu ngacak-ngacak rambut
Dim, bukan ngusap-ngusap”. Phebee merapikan rambutnya.
“Hehehe”. Dimas tertawa kecil.
“Huft, oya Dim, kamu mau minum apa?”. Tanya Phebee,
hendak membawakan minum.
“Apa aja deh”. Ujar Dimas tersenyum.
“Sip, tunggu ya rus”.
“Eitss, oke”. Balas Dimas.
Beberapa
lama kemudian Phebee kembali sambil membawakan dua cangkir choco hot milk.
“Wah,
thanks ya Bee. Tau aja kamu nih soal beginian”. Ujar Dimas.
“Ya,
lagian cuacanya juga mendung dan anginnya lumayan dingin, jadi pas aja kalo
minum yang anget-anget, iya gak, hehehe”. Phebee dan Dimas tersenyum.
“Bee..”.
Dimas meniup cangkir choco hot milk
tersebut.
“Ya?”.
Phebee menengok ke kanan, tepat bertatapan mata dengan Dimas.
“Oya
Bee nih tulisan yang aku bikin, enggak tau deh kayak apa jenis tulisannya,
iseng aja sih pas aku coba sambil main gitar sama si Jeje”. Ujar Dimas, sambil
mencoba mengeluarkan kertas catatannya dari ranselnya.
“Oh
ya? Mana coba aku pingin liat! Lagu?”. Phebee membantu Dimas mencari kertasnya.
“Nih,
bukan. Gak tau, cuma tulisan biasa”. Ujar Dimas tersenyum kecil.
“Well, let me see yaaa”. Sambil
mengangkat kedua kakinya yang menggantung kebawah, duduk seperti berjongkok,
dengan wajah penuh semangat Phebee membaca...
Tulis,
Biarkan ku menulis
Sekali ini saja, untuknya
Tulis,
Mungkin ku hanya mencoba, meski tak
begitu indah
Sulit menjadi mudah, karena dia
yang bicara
Tulis,
Aku tidaklah bisu
Aku hanya malu, tentang isi hatiku
Tulis,
Mungkin hanya dengan menulis
Ku dapat ungkapkan rasaku, padanya
Tulis,
Ku akan tetap menulis dan selalu
menulis
Berbagi kisahku dan duniaku
Bersamanya
By, your beloved soulmate
Dimas Ganteng
“Ya ampun
Dim...”. Phebee tersenyum matanya agak berkaca-kaca.
“How’s mine?”. Tanya dimas sambil
mengeluarkan gitarnya.
“Dim... ini
tuh...”. Phebee masih memandangi tulisan dimas.
“Kenapa?
Penasaran aku, salah ya?”. Dimas menggaruk-garuk kepalanya heran.
“Dim, ini tuh
keren banget! Aku suka Dim! Walau kata yang terakhir ini NGERUSAK banget puisi
kamu”. Phebee mengambil pulpe miliknya lalu mencoret kata Ganteng dari
tulisan Dimas.
“Ya ampun? Masa
sih? Yaa, gak pake penekanan gitu juga kali Bee kata NGERUSAKnya hehehe, malah
sengaja dicoret lagi, dasar kurus!”. Dimas yang gemes mengacak-acak rambutnya
Phebee.
“Iya biarin dong,
kan tadi katanya minta pendapat aku. Ih kamu tuh curang banget sih, kamu selama
ini boongin aku ya Dim!”. Ujar Phebee memukul Dimas dengan buku yang ada
disampingnya.
“Hey hey,
boongin apa? Kok malah jadi ngambek sih, heh kurus?!”. Dimas tertawa kecil.
“Ihh, kamu tuh
ya! Sejak kapan kamu jago nulis hah?!”. Tanya Phebee sambil tersenyum manis.
“Sejak... Sejak
kenal kamu”. Ujar Dimas agak gombal.
“Ngaco deh. Hmmhh..
Well, I don’t know how good.. But it’s
cool”. Phebee tersenyum kepada Dimas.
“Hmm, so?”. Dimas duduk menghadap Phebee.
“So what?”. Phebee menjawab sambil
mengalihkan pandangan.
“I’m with my guitar, you with your pen”.
Ujar Dimas.
“And then?”. Phebee bertanya.
“Yaaa”. Ucapan
Dimas terpotong.
“STOP! Hey itu
gak...”. Phebee tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Gak salah lagi,
cocok banget”. Dimas tertawa.
“Apa sih makin ngaco
kamu Dim!?”
“Gludurrrrrrr.
Rintik hujan mulai membasahi, mereka berdua sempat terdiam.
“...”
“Jadi, deal ya,
hehehe”. Ujar Dimas, Phebee hanya tersenyum, lalu mereka berdua terus berdebat
sambil menikmati senja dan choco hot milk
mereka.
A
few days later...
Dear diary,
Ini tulisan pertama diary baruku. Hari
ini aku gak punya kata-kata indah, gak lagi pingin nulis bahasa-bahasa semesta,
juga bukan soal tumpukan mimpi untuk sebuah dongeng kecil. Kali ini agak
sedikit berbeda, aku mau buat diary baru.
Judulnya “Diary of RusRus”. Kali
ini tokoh utamanya hanya ada dua. Aku si BeeRus dan Dimas si DiRus.
That’s why, sometimes I think that
stories have no ending. Sama kayak aku nulis diary ini. Kita gak pernah tau dan
gak bisa nebak, kapan first sight kita, sampe kita bisa akrab and knowing each
other, kapan kita mulai berbagi dunia, dan kapan kita berpisah, kita gak pernah
tau. So, diary ini aku buat khusus, untuk berbagi kisah antara aku, Dimas, dan
dunia.
Oya, dulu kalau tidak salah aku
pernah nulis gini deh,
“Sampai saat ini aku bersyukur
dapat membagi kasih dan sayangku dengan semuanya. Hingga suatu saat nanti
seseorang itu akan datang dengan cintanya, untukku” Dan kini seseorang itu
datang, dengan cinta dan dunianya, untuk saling berbagi, agar dapat saling
menginspirasi, mengisi, mewarnai.”
Pertanda,
BeeRus
Two month
later...
Ceritanya,
Dimas habis nemenin aku hunting buku dan nonton. Aku lagi asyik makan ice cream Mc Flurry.
“Rus, aku lupa,
besok lusa aku ada perfom di event
kampus temen, tapi untungnya waktunya sebelum lomba kamu mulai. Jadi aku dateng
agak telat”. Ujar Dimas dengan nada agak kecewa.
“Hmm, maaf ya
aku gak bisa dateng nonton kamu. Soalnya aku haru...”. Belum sempat selesai
bicara, Dimas memotong ucapan Phebee.
“Harusnya aku
yang minta maaf. Maaf karena aku gak bisa nemenin kamu lomba dari awal. Sorry ya Rus”. Dimas menundukkan
kepalanya dan menahannya dengan kedua tangannya, mencerminkan perasaan yang
serba salah.
“Harusnya ucapan
kamu tadi tuh diabadikan tau gak Rus, rare
moment”. Ujarku sambil tertawa kecil.
“Maksudnya?”.
Dimas heran.
“Yaaa... Soalnya
baru sekarang lagi, setelah entah kapan seorang Dimas Redwill mau bilang “maaf”
hehehe it’s rare moment you know!”.
Ujar Phebee yang sibuk menghabiskan Mc
Flurrynya.
“Ahhh, dasar
kurus”. Dimas tersenyum kecil sambil mengusap-usap rambutku.
“Sebenernya aku
gak yakin sama lomba kali ini, story
telling, ternyata beda bercerita dengan tulisan, dan bercerita secara
langsung. Apalagi liat peserta lainnya udah expert
semua. Ditambah, akhir-akhir ini kamu sibuk perfom, dan aku jarang nonton kamu
lagi Rus. Jujur, aku lebih seneng liat
kamu perfom, and I miss that moment...
Huft (sambil menghela nafas) Harusnya dari awal aku nge-cancel lomba ini, aku gak tau kalau saat itu juga kamu perfom, sorry”. Ujarku yang mencoba tersenyum
kepadanya Dimas.
“Kamu gak nonton
aku juga aku ngerasa kalau kamu selalu hadir saat itu Rus. Karena aku tau hati
aku sama kamu. Jadi, ada saatnya waktu dimana kita bisa sama-sama lagi. Karena
mimpi kamu juga mimpi aku, dan mimpi aku juga mimpi kamu, walau mimpi kita
berbeda, kita akan tetep raih semuanya sama-sama. Justru harusnya aku yang
datang semangatin kamu di lomba nanti”. Ujar Dimas tersenyum sambil mencubit
kedua pipi Phebee.
“Makasih Rus”. Aku
tersenyum manis.
“Oya, tapi aku
mau berhenti untuk nulis lagi”. Ujar Dimas.
“Lho, kenapa?
Tulisan kamu kan bagus Rus”. Ujar Phebee heran.
“Cukup kamu aja
yang jago nulis dan aku jago gitar, jadi kita sama-sama belajar”. Ujar Dimas
tersenyum.
“Iya”. Phebee
pun juga tersenyum .
Gak pernah ada yang tau kisah kita
akan berujung sampai mana, sama seperti aku menulis diary ini, tentang kisah
kita, berdua...